Minggu, 28 Desember 2014
Jihad FPI melawan minuman keras
Imam Besar FPI
Khamar ialah segala sesuatu yang memabukkan atau menghilangkan akal atau melenyapkan kesadaran, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw :
كل مسكر خمر وكل خمر حرام
"Setiap yang memabukkan adalah Khamar. Dan setiap Khamar adalah Haram."
Hadits ini diriwayatkan dalam Shahih Muslim rhm hadits ke-4.268, dan Sunan Ibnu Majah rhm hadits ke-3.382, serta Musnad Imam Ahmad rhm hadits ke-4.861, kesemuanya bersumber dari riwayat Sayyiduna Abdullah bin Umar ra.
Setiap makanan atau minuman yang memabukkan, dari bahan apa pun dibuatnya, apakah dari tumbuhan (nabati), atau pun dari binatang (haiwani), mau pun dari bahan kimia (kimiawi), maka termasuk Khamar.
Begitu juga bagaimana pun jenis dan bentuknya, apakah gas atau cair, jeli atau bubuk, tablet atau pun padat , maka selama memabukkan tetap disebut Khamar.
Begitu pula bagaimana pun cara penggunaannya, apakah dihisap atau disedot, dikunyah atau ditelan, dioles atau ditabur, diinfus atau pun disuntikkan, maka selama memabukkan tetap disebut Khamar.
Begitu juga apa pun namanya, apakah Miras atau Minol, Alkohol atau Etanol, Tuak atau Arak, Bir atau Whyski, Rum atau Vodka, Carlberg atau pun nama-nama lainnya, maka selama memabukkan tetap disebut Khamar.
Dan tanpa terkecuali, apakah yang oplosan atau bermerk lokal atau nasional, bahkan yang internasional sekali pun, baik yang legal mau pun ilegal, baik yang murah atau pun mahal, maka selama memabukkan tetap disebut Khamar.
Dan semua Khamar tersebut hukumnya adalah haram.
KEHARAMAN KHAMAR
Dalam Al-Qur’an Surat Al-Maa-idah ayat 90 dan 91, Allah Swt berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنتُم مُّنتَهُونَ
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat ; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).
Kedua ayat suci tersebut merincikan 10 (sepuluh) penegasan keharaman Khamar, yaitu :
1. Bahwa Khamar disejajarkan dengan perbuatan Syirik, bahkan disebut lebih dulu daripada perbuatan syirik.
2. Bahwa Khamar disebut Rijs yang artinya kotor atau najis.
3. Bahwa Khamar dikatagorikan sebagai perbuatan Syetan.
4. Bahwa Khamar harus dijauhi.
5. Bahwa Khamar adalah penyebab kerugian dan menjauhkannya adalah penyebab keberuntungan.
6. Bahwa Khamar adalah penyebab permusuhan.
7. Bahwa Khamar adalah penyebab kebencian.
8. Bahwa Khamar adalah penyebab lalai dari Dzikir.
9. Bahwa Khamar adalah penyebab lalai dari Shalat.
10. Bahwa Khamar mesti distop dan dihentikan.
Jadi, dalam dua ayat berturut-turut ada 10 (sepuluh) bentuk ISTIDLAAL untuk pengharaman Khamar. Seolah ayat tersebut menyatakan bahwa Khamar itu : Haram ! Haram ! Haram ! Haram ! Haram ! Haram ! Haram ! Haram ! Haram ! Dan Haram !
Itu menunjukkan bahwa hukum Khamar adalah Haram tingkat tinggi alias DOSA BESAR.
BAHAYA KHAMAR
Dalam Musnad Imam Ahmad rhm hadits ke- 23.173 bahwasanya Rasulullah SAW berwasiat kepada Sayyiduna Mu'adz b Jabal RA dengan sepuluh perkara yang salah satunya adalah :
ولا تشربن خمرا فإنه رأس كل فاحشة
"Jangan sekali-kali kamu meminum Khamar, karena ia adalah Biang segala kekejian."
Dalam Sunan An-Nasaa-i hadits ke 5.176 dan 5.177 diriwayatkan bahwa Sayyiduna Utsman RA pernah berkata :
اجتنبوا الخمر فإنها أم الخبائث
"Jauhkan Khamar, karena ia adalah Induk segala kebejatan."
Bagaimana Khamar bisa jadi Biang segala kekejian dan Induk segala kebejatan ? Jawabnya ; jika seseorang berkelahi belum tentu membunuh. Dan yang membunuh belum tentu berzina. Dan yang berzina belum tentu berjudi. Dan yang berjudi belum tentu menipu. Dan yang menipu belum tentu mencuri. Dan yang mencuri belum tentu merampas. Dan yang merampas belum tentu merampok. Dan yang merampok belum tentu memperkosa. Dan yang memperkosa belum tentu membunuh.
Namun, jika seseorang mabuk akibat Khamar, sehingga hilang akal dan lenyap kesadarannya, maka semua pintu kejahatan terbuka di hadapannya. Tanpa disadari dia bisa berkelahi, membunuh, berzina, berjudi, menipu, mencuri, merampas, merampok dan memperkosa.
Lebih parah lagi, akibat mabuk Khamar, ada kakak memperkosa adiknya, dan ada paman memperkosa keponakannya, serta ada kakek memperkosa cucu mungilnya, dan ada ayah memperkosa putri kandungnya, bahkan ada pemuda yang tega memperkosa ibu kandungnya sendiri.
Jadi, Khamar bukan sekedar penyakit masyarakat, tapi sumber kriminalitas yang sangat berbahaya dan paling menakutkan.
Itulah sebabnya, Khamar dan semua yang berhubungan dengannya DILAKNAT Allah SWT, sebagaimana diriwayatkan dalam Musnad Imam Ahmad rhm hadits ke-2.926 bersumber dari Sayyiduna Abdullah b Abbas RA bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda :
أتاني جبريل عليه السلام فقال : " ياومحمد ، إن الله عز وجل لعن الخمر وعاصرها ، ومعتصرها وشاربها ، وحاملها والمحمولة إليه ، وبائعها ومبتاعها ، وساقيها ومستقيها."
"Telah datang Jibril AS kepadaku dan berkata : "Ya Muhammad, sesungguhnya Allah Azza wa Jalla melaknat Khamar dan pembuatnya, pemesannya mau pun peminumnya, pembawanya mau pun yang dibawakan kepadanya, penjualnya mau pun pembelinya, penuangnya mau pun yang minta dituangkan."
FPI DAN PERANG MIRAS
Sejak FPI didirikan pada 17 Agustus 1998, para Habaib dan Ulama pendirinya telah menjadikan Miras sebagai musuh besar yang harus diperangi dan dibasmi.
Sejak itu pula, Aktivis dan Laskar FPI di berbagai daerah di seluruh Nusantara terus menerus melakukan Razia dan Sweeping Miras. Sudah tidak terhitung, berapa banyak Aksi Anti Miras yang dilakukan FPI.
Dan sudah tidak terhitung pula berapa banyak Aktivis dan Laskar FPI yang ditangkap dan ditahan serta dipenjara dengan tuduhan "main hakim sendiri" dan melakukan "tindak anarkis perusakan" terhadap TEMPAT MIRAS.
Bahkan, tidak sedikit Aktivis dan Laskar FPI yang diculik dan dianiaya, serta dirusak rumah dan barang atau kendaraannya, bahkan ada yang dibunuh oleh para MAFIA MIRAS.
Tidak terkecuali para Pimpinan FPI di Pusat dan Daerah, ikut menjadi korban PERANG MIRAS. Termasuk saya selaku Ketua Umum FPI saat itu, pun harus ditahan selama sebulan di Mapolda Metro Jaya pada tahun 2002, dan ditahan kembali di Rutan Salemba selama 6 bulan pada tahun 2003, karena gencarnya FPI memerangi aneka kemunkaran, khususnya MIRAS.
FPI DAN KONSTITUSI MIRAS
Di tahun 2005, pasca Aksi Kemanusiaan FPI di Aceh selama enam bulan, yang telah berhasil mengevakuasi dan mengurus secara syar'i lebih dari 100.000 (seratus ribu) mayat korban Tsunami 26 Desember 2004. FPI diminta oleh Pemerintah dan DPR RI agar menstop Aksi Razia dan Sweeping Miras di berbagai daerah untuk menjaga wibawa aparatur negara, dengan janji bahwa aparat penegak hukum, khususnya kepolisian, akan dioptimalkan fungsi dan perannya untuk memberantas penyakit masyarakat (pekat), termasuk Miras.
Pemerintah dan DPR RI juga mendorong FPI agar menyalurkan aspirasi Anti Mirasnya melalui Koridor Konstitusi baik di Pusat mau pun Daerah, seperti mengusulkan UU atau Perda Anti Miras.
Dalam menyambut himbaun dan seruan Pemerintah dan DPR RI tersebut, FPI mulai banyak mengurangi frekwensi Aksi Razia dan Sweeping Miras di berbagai Daerah, walau pun tidak menghilangkannya sama sekali.
Aktivis FPI di Pusat mulai bergerak mendatangi aneka Fraksi di DPR RI untuk berdialog dan diskusi memberi masukan tentang perlunya UU Anti Miras dengan berbagai argumentasi agama dan medis serta sosial.
Bahkan FPI menggelar aneka Dialog Lintas Agama dengan berbagai pemuka dan agamawan di luar Islam untuk menggalang dukungan Anti Miras.
Di tingkat Pusat, memang NIHIL hasilnya. Namun di tingkat Daerah jauh lebih beruntung, baik di tingkat Provinsi mau pun Kota dan Kabupaten, karena banyak Ormas dan Tokoh Islam, bahkan Agamawan di luar Islam, beserta elemen masyarakat yang mau bergandeng-tangan untuk merangkul dan mendesak Kepala Daerah dan DPRD agar bersama-sama membuat Perda atau SK Kepala Daerah untuk Pelarangan Miras.
Hasil kerja sama berbagai pihak tersebut sangat fantastis, hingga tahun 2011 telah lahir kurang lebih 360 Perda yang melarang peredaran Miras di berbagai Daerah, sebagiannya adalah Pelarangan Miras secara total.
Ada yang menarik, di Kabupaten Berau Kalimantan Timur, telah terbit SK Bupati tentang Pelarangan Miras yang semula ditolak DPRD setempat, namun didukung sepenuhnya oleh Masyarakat Dayak Pedalaman yang non muslim, sehingga akhirnya DPRD Berau ikut menerima.
Dan lebih menarik lagi, ada Tiga Kabupaten Kristen di Papua yang secara aklamasi Bupati dan DPRD nya ikut membuat Perda Pelarangan Miras hingga 0 (nol) persen yaitu Manokwari dengan Perda No 5 Th 2006, dan Kaimana dengan Perda No 3 Th 2007, serta Mimika dengan Perda No 5 Th 2007. Bahkan pada bulan Juli 2007 Perseketuan Gereja-Gereja Papua (PGPP) sepakat menolak peredaran Miras di seluruh Tanah Papua.
Dengan demikian, Gerakan Anti Miras bukan hanya milik umat Islam, akan tetapi menjadi milik seluruh masyarakat Indonesia, apa pun agamanya, karena Miras musuh semua agama, sekaligus musuh bangsa dan negara.
PENGKHIANATAN I PEMERINTAH
Banyaknya Perda Anti Miras di berbagai Daerah ternyata membuat Pemerintah Pusat gerah. Akhirnya, secara diam-diam Mendagri menyurati para Gubernur, Bupati dan Walikota di berbagai Daerah agar bersama-sama DPRD di wilayahnya masing-masing mencabut Perda Anti Miras, dengan dalih karena bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi yaitu Keppres No. 3 Th. 1997 yang melegalkan Miras secara nasional.
Banyak Kepala Daerah yang ketakutan sehingga menuruti instruksi Mendagri untuk mencabut atau membatalkan Perda Anti Miras. Namun tidak sedikit juga Kepala Daerah yang menolak pencabutan Perda Anti Miras untuk melindungi rakyatnya dari bahaya Miras, walau pun resikonya harus dipanggil dan disidang di Kemendagri.
Sebenarnya, Perda Anti Miras SAH dan KONSTITUSIONAL, tidak perlu dicabut hanya lantaran Keppres No 3 Th 1997, sebab ada Putusan MA No 24 P / HUM / 2011 tertanggal 11 Oktober 2011 tentang Penolakan Hak Uji Materi Perda Anti Miras Kabupaten Indramayu No 15 Th 2006. Putusan MA tersebut menjadi YURISPRUDENSI bagi Perda Anti Miras Daerah lainnya, sehingga Perda Anti Miras Daerah mana pun tidak bisa dan tidak boleh digugat lagi ke MA.
Selain itu, Perda Anti Miras SAH dan KONSTITUSIONAL, tidak perlu dicabut hanya lantaran Keppres No 3 Th 1997, karena bukan Perda Anti Miras yang bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi, tapi justru Keppres No 3 Th 1997 yang bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi yaiu Pancasila dan UUD 1945 yang telah menjadikan KETUHANAN YANG MAHA ESA sebagai DASAR NEGARA NKRI.
Dasar Negara Ketuhanan YME mewajibkan seluruh komponen bangsa untuk menolak segala bentuk pemikiran dan pemahaman serta perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur Ketuhanan YME.
Perlawanan sebagian Kepala Daerah terhadap Instruksi Kontroversial Mendagri tentang Pencabutan Perda Anti Miras mencuat ke permukaan, sehingga memancing protes masyarakat. DPP FPI pun meminta waktu bertemu dengan Mendagri untuk dialog dan diskusi tentang persoalan tersebut. Namun permohonan tersebut tak pernah digubris.
Akhirnya, pada tanggal 12 Januari 2012 Laskar FPI melakukan Demo ke Kemendagri yang berakhir ricuh dan rusuh, sehingga terjadi perusakan beberapa bagian gedung kantor Kemendagri oleh sebagian pendemo yang kecewa karena saat itu Mendagri menolak untuk Dialog.
Keesokan harinya, dengan dimediasi oleh Polda Metro Jaya dan Mabes Polri maka terlaksanalah Dialog antara Mendagri dengan Pimpinan DPP FPI. Hasil kesepakatan pertemuan adalah bahwa para Laskar FPI yang melakukan perusakan diproses secara hukum, dan Mendagri tidak lagi melarang Daerah untuk memiliki Perda Anti Miras.
PENGKHIANATAN II PEMERINTAH
Dari peristiwa di Kemendagri, FPI menyoroti bahwa sumber problem yang membuat konflik antara Mendagri dengan Kepala Daerah terkait Miras adalah Keppres No.3 Th 1997 yang melegalkan Miras secara nasional.
Karenanya, pasca kejadian tersebut, FPI langsung membentuk API (Asosiasi Pembela Islam) yang beranggotakan para pengacara BHF (Bantuan Hukum FPI) dan para advokat lainnya untuk mempelajari dan mengkaji serta menggali argumentasi konstitusi dan langkah hukum strategis untuk membatalkannya.
Selanjutnya, pada tanggal 10 Oktober 2012, API secara resmi mengajukan Yudicial Review ke Mahkamah Agung RI terhadap Keppres No.3 Th.1997 tentang Miras. Lalu pada tanggal 18 Juni 2013, Mahkamah Agung RI memutuskan dengan menerima gugatan FPI dan membatalkan Keppres No. 3 Th 1997 melalui Putusan MA No 42 P / HUM / 2013.
Putusan MA tersebut membuat Pemerintah panik dan gusar, karena semua Keputusan Kementerian dan Dirjen apa saja yang terkait peredaran Miras berlandaskan kepada Keppres No. 3 Th.1997 tersebut, sehingga semuanya menjadi otomatis batal demi hukum. Sejak saat itu, semua jenis Miras menjadi BARANG ILEGAL, karena tidak lagi memiliki payung hukum yang melindunginya.
Pemerintah pun langsung dengan sigap dan cepat mengusulkan Draft RUU Anti Minol ke DPR RI untuk disahkan sebagai UU, sehingga bisa menggantikan Keppres No.3 Th.1997 yang telah dibatalkan MA. Lalu DPR RI di awal November 2013 mengundang FPI untuk membahas Draft RUU Anti Minol tersebut dan membujuk FPI agar menyetujuinya. Namun FPI menolak mentah-mentah Draft RUU tersebut, karena isinya hanya merupakan copy paste dari Keppres No.3 Th.1997. Jika pun redaksi dan judul serta nomor keputusannya berbeda, namun substansinya tetap sama yaitu LEGALISASI MIRAS.
Setelah ditolak FPI, maka Draft RUU Anti Minol tersebut tidak pernah dibahas lagi oleh DPR RI. Namun pada tanggal 6 Desember 2013, Presiden RI mengeluarkan Perpres No. 74 Th. 2013 yang isisnya tidak lain dan tidak bukan adalah sama dengan isi Draft RUU Anti Minol yang pernah didiskusikan di DPR RI atau mirip dengan Keppres No 3 Th 1997 yang telah dibatalkan MA.
Sejak saat itu, maka MIRAS menjadi LEGAL kembali di Indonesia dengan putusan Presiden RI. Kalau dulu namanya Keppres No.3 Th 1997 tentang Minuman Keras (Miras), maka kini namanya Perpres No.74 Th.2013 tentang Minuman Beralkohol (Minol).
FPI tidak putus asa, sejak Perpres Minol tersebut diterbitkan, maka API kembali menyiapkan Yudicial Review ke MA. Walau pun FPI tahu betul bahwa jika nanti FPI menang kembali dalam gugatannya di MA, maka Presiden mau pun DPR RI dengan AROGANSI KEKUASAAN bisa membuat lagi "Aturan Baru" dengan nama baru dan nomor baru untuk LEGALISASI MIRAS, dan begitulah seterusnya.
PENGKHIANATAN III PEMERINTAH
FPI sejak awal melawan Miras untuk membela agama dan melindungi bangsa serta negara. Pelarangan Miras merupakan jalan untuk melindungi semua rakyat dari dampak negatifnya, serta menjaga dan memelihara masyarakat dari penyakit berbahaya. Pelarangan Miras merupakan perlindungan untuk generasi muda bangsa yang merupakan calon pemimpin masa depan.
Lalu, Perpres No.74 Th 2013 yang melegalkan miras untuk melindungi siapa ? Jawabnya ; siapa lagi kalau bukan untuk melindungi Produsen dan Distributor Miras, termasuk para cukong pemilik Hotel Berbintang atau pun Travel Berkelas yang memang punya kepentingan dalam penyajian Miras untuk menghibur tamu-tamu mereka, baik wisatawan lokal mau pun manca negara. Dan mayoritas pihak yang diuntungkan tersebut tidak bisa dipungkiri adalah kalangan pengusaha "Kafir Asing dan Aseng".
Kalau begitu, jangan salahkan masyarakat, jika mereka menganggap bahwa Perpres No. 74 Th.2013 bukan untuk melindungi kepentingan rakyat banyak, tapi hanya untuk melindungi kepentingan segelintir konglomerat kapitalis.
Dan tidak salah juga kalau pada akhirnya masyarakat mengatakan bahwasanya Perpres No. 74 Th 2013 tidak lagi dijiwai dengan Panca Sila, tapi lebih beraroma Panca Gila, bahkan mungkin telah terpatri untuk menjilat Pantat Konglomerat atau Bokong Cukong ?!
FPI DAN JIHAD MIRAS
Sayyid Abul Hasan Ali An-Nadwi, Ulama Sunni dari Lucknow - India, dalam karya monumentalnya "Maadzaa Khosirol 'Aalamu bi Inhithoothil Muslimiin" yaitu tentang apa kerugian Dunia dengan kemunduran umat Islam, menukilkan data menarik tentang PERANG MIRAS di Amerika Serikat.
Di tahun 1919, Pemerintah AS menyatakan perang terhadap Miras dengan menerbitkan UU Anti Miras. Sosialisasi UU tersebut menelan biaya US $ 60 ribu dengan dana pelaksanaan senilai Rp. 75 milyar, dan menghabiskan 250 juta lembar kertas berbentuk selebaran.
Namun akhirnya, atas tekanan dan perlawanan MAFIA MIRAS, UU tersebut dicabut pada tahun 1933. Selama 14 tahun pemberlakuan UU tersebut di AS, telah dihukum mati 300 orang dan dihukum penjara 532.335 orang. Tragis, Pemerintah AS kalah dan bertekuk lutut di hadapan MAFIA MIRAS.
Kini, tampaknya Pemerintah Indonesia belum perang tapi sudah kalah dan menyerah kepada MAFIA MIRAS dari kalangan Kafir Asing dan Aseng, sehingga hingga kini Presiden baru pun tetap mempertahankan Keppres No 74 Th 2013 yang melegalkan Miras.
Kalau pun ada pencanangan perang terhadap Miras oleh Pemerintah saat ini, sehubungan dengan banyaknya korban tewas, ternyata hanya sebatas Miras Oplosan yang dibuat secara ilegal. Sedang Miras Resmi yang dilegalkan tetap dilindungi, bahkan dibesarkan.
Adanya korban tewas akibat Miras Oplosan justru dijadikan alasan untuk semakin melegalkan Miras Resmi dengan dalih untuk menghindarkan korban tewas. Artinya, perang terhadap Miras Oplosan hanya sekedar tak tik untuk melindungi peredaran Miras Resmi. Licik !
Selain itu, pajak Miras dan penyerapan tenaga kerja Pabrik Miras, serta daya tarik wisatawan asing untuk "bermiras ria" di Indonesia selalu dijadikan sebagai alasan untuk tetap mempertahankan Legalisasi Miras di Indonesia.
Bagi FPI, Negara tidak boleh kalah, apalagi menyerah kepada MAFIA MIRAS. Karenanya, NKRI harus diselamatkan dari cengkeraman penjajah Kafir Asing dan Aseng.
Berbagai upaya telah dilakukan FPI sejak berdirinya di tahun 1998 untuk memberantas Miras dari Bumi Nusantara. Mulai dari Dakwah yang lembut dan santun, hingga Hisbah yang tegas dan keras, tapi para pengambil kebijakan di negeri ini masih terlalu banyak yang menjadi ANTEK Kafir Asing dan Aseng.
Kini, hanya satu yang belum dilakukan FPI yaitu mengobarkan JIHAD memerangi Miras di seluruh pelosok negeri. Namun, jika Pemerintah dan DPR RI terus menerus mengorbankan rakyat dan bangsa hanya untuk memuaskan nafsu syahwat Kafir Asing dan Aseng, maka akan tiba saatnya FPI dan segenap umat Islam mengangkat senjata menghancur leburkan semua pabrik dan gudang serta toko dan warung Miras di seluruh Tanah Air Indonesia.
Ayo, selamatkan NKRI dari Kafir Asing dan Aseng ... !
Ayo ..., selamatkan NKRI dari MIRAS !!
ALLAAHU AKBAR ... !!
Sabtu, 14 Juni 2014
Pernyataan KH Aa Gym dan KH Arifin Ilham
"Yang Memilih Jokowi Berarti Memilih Ahok Jadi Gubernur Jakarta. Yang Memilih Prabowo Berarti Memilih Jokowi Amanah Jadi Gubernur Jakarta."
(KH Abdullah Gymnastiar)
***
"Kita Dukung Jokowi Untuk Memimpin Jakarta Dan Kita Dukung Prabowo Untuk Memimpin Indonesia. Jika Dukungan Kita Seperti Ini, Dengan Seizin Allah Ta'ala, Keduanya Pasti Menjadi Pemimpin. Dan Kita Tidak Perlu Berseteru Apalagi Berpecah Belah."
(KH Muhammad Arifin Ilham)
Setelah Penutup Para Nabi (Muhammad SAW) Wafat, Maka Yang Wajib Kita Ikuti Adalah Para Ulama.
SEBARKAN !!!
Posted via Blogaway
Musibah
ARTI KATA "MUSIBAH"
Kata "musibah" berasal dari bahasa Arab yang berarti setiap kejadian yang tidak disukai. Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa musibah ialah kejadian / peristiwa menyedihkan yang menimpa. Dalam hadits riwayat Bukhari rhm dan Muslim rhm dinyatakan sabda Rasulullah SAW yang menyebutkan sejumlah jenis musibah, antara lain: rasa lelah, sakit, resah, sedih, derita, galau, hingga tertusuk sebuah duri sekali pun.
Kata "Musibah" di dalam Al-Qur'an disebut secara eksplisit sebanyak sepuluh kali, yaitu : QS.2.Al-Baqarah : 156, QS.3.Aali 'Imraan : 165, QS.4.An-Nisaa : 62 dan 72, QS.5.Al-Maa-idah : 106, QS.9.At-Taubah : 50, QS.28.Al-Qashash : 47, QS.57.Al-Hadiid : 22, QS.42.Asy-Syuura : 30 dan QS.64.At-Taghaabun : 11. Sedang secara implisit sangat banyak sekali.
SEBAB MUSIBAH
Sebab terjadinya suatu musibah ada dua macam : Pertama, sebab rasional yaitu sebab yang bisa terdeteksi dengan indera jasmani dan mudah dicerna secara rasional. Sebab macam ini seperti longsor akibat penggundulan hutan, banjir akibat buang sampah sembarangan, kering akibat habisnya lahan serapan air, kebakaran hutan akibat buang rokok atau membuat api sembarangan di hutan saat musim kemarau, dan sebagainya. Sebab macam inilah yang telah diinformasikan Allah SWT melalui firman-Nya dalam QS.30.Ar-Ruum: 41 yang terjemahannya: "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Kedua, sebab supra rasional yaitu sebab yang hanya terdeteksi dengan indera rohani dan tidak mudah dirasionalisasikan. Sebab macam ini seperti musibah yang datang akibat merajalelanya kemunkaran, kedurhakaan, kedurjanaan, kezaliman, ketidak-adilan, kesewenangan, dan aneka perbuatan ma'siat lainnya. Sebab macam inilah yang telah diinformasikan Allah SWT melalui firman-Nya dalam QS.28.Al-Qashash: 59 yang terjemahannya: "Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman."
Sebab macam pertama diterima oleh semua orang, baik mu'min mau pun kafir, karena dengan mudah bisa dicerna oleh akal dan dideteksi oleh indera jasmani siapa pun. Secara ilmu pengetahuan modern pun mudah dibuktikan. Sedang sebab macam kedua hanya diyakini dan diterima oleh orang yang beriman saja. Tanpa iman sulit orang untuk mempercayainya, karena tidak sembarang akal bisa mencernanya dan tidak sembarang indera dapat mendeteksinya, serta ilmu pengetahuan modern pun sering tidak bisa mengurainya.
BERKAH DAN MUSIBAH
Orang beriman pasti percaya dengan janji dan ancaman Allah SWT. Dalam QS.7.Al-A'raf : 96, Allah SWT menyatakan janji dan ancaman-Nya berkaitan dengan perilaku manusia yang bisa mengundang keberkahan mau pun musibah, yang terjemahannya sebagai berikut: "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya."
Jadi, janji Allah SWT jelas dan ancaman-Nya juga tegas. Barangsiapa beriman dan bertaqwa maka berarti mengundang berkah. Dan barangsiapa inkar dan ma'siat maka berarti mengundang musibah. Iman dan Taqwa itu adalah kunci keberkahan di dunia dan akhirat. Sedang inkar dan ma'siat itu adalah kunci musibah di dunia mau pun akhirat.
Segala keberkahan datang dari Allah SWT, dan segala musibah datang sebagai akibat dari perbuatan manusia sendiri. Dalam QS.4.An-Nisaa' : 79, Allah SWT berfirman: "Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja yang menimpamu maka dari (kesalahan) dirimu sendiri."
Itu pun sudah banyak kesalahan yang dimaafkan oleh Allah SWT, sehingga dengan rahmat-Nya banyak azab tidak diturunkannya. Dalam QS.42.Asy-Syuuraa : 30, Allah SWT berfirman: "Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)."
Selain ayat-ayat Al-Qur'an di atas yang mengaitkan ma'siat dengan musibah, banyak sekali Hadits Nabi SAW yang menerangkan tentang kaitan musibah dengan aneka kemunkaran dan kema'siatan. Semua keterangan Rasulullah SAW sangat gamblang dan jelas, mudah dipahami oleh siapa pun yang memiliki iman dan taqwa kepada Allah SWT.
MUSIBAH KAPAN DAN DIMANA SAJA
Musibah bisa datang kapan saja tanpa diduga, pagi dan siang mau pun malam, sebagaimana Allah SWT nyatakan dalam QS.7.Al-A'raf : 97-99, yang terjemahannya sebagai berikut: "Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur ?
Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain ? Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga) ? Tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi."
Dan musibah bisa terjadi dimana saja dan dengan cara bagaimana pun, juga tanpa diduga, sebagaimana Allah SWT berfirman dalam QS.16.An-Nahl : 45-47 yang terjemahannya sebagai berikut: "Maka apakah orang-orang yang membuat makar yang jahat itu, merasa aman (dari bencana) ditenggelamkannya bumi oleh Allah bersama mereka, atau datangnya azab kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari, atau Allah mengazab mereka di waktu mereka dalam perjalanan, maka sekali-kali mereka tidak dapat menolak (azab itu), atau Allah mengazab mereka dengan berangsur-angsur (sampai binasa). Maka sesungguhnya Tuhanmu adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."
Dan musibah pun bisa datang dalam aneka bentuk dan jenis, pun tanpa dikira, sebagaimana Allah SWT berfirman dalam QS.29. Al-'Ankabuut: 40, yang terjemahannya sebagai berikut: "Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil, dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri."
MUSIBAH DAN UMAT TERDAHULU
Dalam hadits riwayat Abu Daud rhm yang bersumber dari Ibnu Mas'ud ra, bahwa Nabi SAW mengabarkan: "Sesungguhnya awal mula masuknya kekurangan (terjadinya kesalahan) ke dalam Bani Israil adalah dahulu seseorang (yang baik) bertemu dengan orang lain (yang berbuat buruk) seraya berkata :"Hei orang ini, takutlah kepada Allah ! Dan tinggalkanlah apa yang kamu lakukan, sesungguhnya itu tidak halal bagimu !" Kemudian keesokan harinya dia (bertemu lagi dengan orang itu), namun tidak lagi ia melarangnya, bahkan dia justru menjadi teman makan, minum dan duduknya. Maka tatkala mereka lakukan yang demikian itu, Allah SWT pun mencap (menghitamkan) hati sebagian mereka (yang baik) dengan sebab sebagian mereka (yang buruk)."
Selanjutnya, Nabi SAW membacakan firman Allah SWT dalam QS.5.Al-Maa-idah : 78-79, tentang nasib umat terdahulu akibat dari kemunkarannya, yang terjemahan firman-Nya SWT sebagai berikut: "Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu."
Setelah itu, Rasulullah SAW bersabda kembali: "Sungguh, Demi Allah, hendaknya engkau benar-benar menyerukan yang ma'ruf dan benar-benar mencegah yang munkar, serta sungguh-sungguh menentang tangan-tangan orang zalim, dengan benar-benar mengembalikannya ke jalan yang Haq, dan benar-benar menjaganya di jalan yang Haq."
HAKIKAT MUSIBAH
Hakikat Musibah ada tiga macam, yaitu : Pertama, Musibah sebagai UJIAN, yaitu musibah yang menimpa orang-orang beriman yang soleh. Musibah tersebut untuk menguji iman dan keyakinannya kepada Allah SWT. Jika dia hadapi tetap dengan Syukur dan Sabar, maka ujian tersebut akan menjadi pensuci diri dan pengangkat derajatnya di sisi Allah SWT. Setiap orang beriman pasti akan diuji oleh Allah SWT sebagaimana firman-Nya dalam QS.29. Al-'Ankabut: 2, yang terjemahannya : "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi ?"
Kedua, Musibah sebagai PERINGATAN, yaitu musibah yang menimpa orang-orang baik tapi terkadang masih suka lalai. Musibah tersebut sebagai peringatan agar dia tidak lagi lalai, sehingga kembali ke jalan yang semestinya. Ini yang difirmankan Allah SWT dalam QS.30.Ar-Ruum : 41 yang terjemahannya: "... supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Jika dia sadar dan insaf serta tetap sabar, maka musibah tersebut bisa menjadi penghapus kesalahan dan pengampun dosanya. Setiap musibah yang menimpa seorang muslim memang bisa menghapus kesalahannya, sebagaimana hadits muttafaqun 'alaihi yang diriwayatkan Bukhari rhm dan Muslim yang bersumber dari Abu Sa'id Al-Khudri ra dan Abu Hurairah ra, bahwa Nabi SAW bersabda: "Tidaklah seorang muslim ditimpa musibah berupa lelah, sakit, keresahan, kesedihan, penderitaan, kegalauan, hingga sebuah duri menusuknya, melainkan Allah menghapus dengannya (musibah tersebut) daripada kesalahan-kesalahannya."
Ketiga, Musibah sebagai AZAB, yaitu musibah yang menimpa orang-orang durhaka seperti orang kafir, musyrik, murtad, fasiq, munafiq, zalim dan Ahli Ma'siat. Musibah tersebut adalah siksa yang didahulukan di dunia, dan azab akhirat yang disiapkan jauh lebih pedih lagi. Firman Allah SWT dalam QS.39.Az-Zumar : 26 menyatakan: "Maka Allah merasakan kepada mereka kehinaan pada kehidupan dunia. Dan sesungguhnya azab pada hari akhirat lebih besar kalau mereka mengetahui."
Pada hakikatnya, macam musibah yang menimpa suatu negeri sama dengan macam musibah yang menimpa orang per orang. Artinya, jika musibah menimpa suatu negeri yang penduduknya beriman dan bertaqwa, maka musibah itu adalah UJIAN. Sedang musibah yang menimpa suatu negeri muslim yang terkadang masih lalai dari kewajiban, maka musibah itu adalah PERINGATAN. Ada pun musibah yang menimpa suatu negeri kafir atau negeri yang bergelimang dengan ma'siat dan kezaliman, maka bisa dipastikan bahwa musibah itu adalah AZAB. Na'udzu billaahi min dzaalik.
MUSIBAH ITU UMUM
Terlepas dari Hakikat Musibah yang bisa berupa Ujian dan Peringatan mau pun Azab, maka yang jelas musibah jika datang bersifat umum. Artinya, jika musibah datang maka semua pihak akan terkena, baik yang soleh mau pun tidak, bahkan bayi tidak berdosa pun ikut terkena menjadi korban. Itulah karenanya Allah SWT telah beri peringatan dalam QS.8.Al-Anfaal : 25 melalui firman-Nya yang terjemahannya: "Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaannya."
Dan dalam kitab Misykaatul Mashoobiih juz 3 bab 22 pasal 2 Hadits ke-5.147 bersumber dari 'Umairoh Al-Kindiy ra bahwa Rasulullah SAW bersabda : "Sesungguhnya Allah SWT tidak mengazab umumnya manusia hanya karena perbuatan khusus sebagian mereka, sehingga mereka melihat kemunkaran di tengah mereka dan mereka mampu untuk menentangnya, namun mereka tidak menentangnya. Jika sudah demikian yang mereka perbuat maka Allah mengazab yang umum dan khusus dari mereka."
Lalu dalam Musnad Imam Ahmad dan Jami' Imam At-Tirmidzi serta Sunan Ibnu Majah diriwayatkan sebuah hadits bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq ra pernah berkata : "Wahai manusia, sesungguhnya engkau sekalian membaca ayat ini dan engkau menta'wilkannya bertentangan dengan ta'wil yang sebenarnya - lalu ia membaca QS.5.Al-Maa-idah: 195 ("Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu. Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk") - Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya manusia jika mereka melihat orang yang berbuat zalim dan tidak mencegahnya, maka sudah dekat Allah meratakan mereka semua dengan siksa dari-Nya."
KESOLEHAN PRIBADI TIDAK CEGAH MUSIBAH
Sebuah hadits muttafaqun 'alaihi yang diriwayatkan Bukhari rhm dan Muslim rhm yang bersumber dari Ummul Mu'minin, Zainab binti Jahsy ra, menceritakan tentang berita akan datangnya bahaya bagi umat manusia, lalu Zainab ra bertanya kepada Nabi SAW: "Wahai Rasulullah, mungkinkah kami binasa padahal di tengah-tengah kami masih ada orang-orang yang soleh ?" Rasulullah SAW pun menjawab: "Ya, apabila kebejatan sudah merajalela."
Dalam kitab Misykaatul Mashoobiih juz 3 bab 22 pasal 3 Hadits ke-5.152 bersumber dari Jabir bin Abdullah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Allah 'Azza wa Jalla mewahyukan kepada Jibril as : "Goncangkanlah kota ini dan kota itu bersama penghuninya !" Jibril as pun berkata : "Wahai Tuhanku, sesungguhnya di tengah-tengah mereka ada hamba-Mu si fulan yang tidak pernah ma'siat kepada-Mu sesaat pun juga." Rasulullah SAW melanjutkan: "Allah berfirman : "Sesungguhnya wajahnya (si hamba yang soleh itu) tidak pernah berubah terhadap-Ku (tidak marah melihat kema'siatan) sesaat pun juga."
Dua hadits di atas dengan secara gamblang dan jelas menerangkan bahwa kesalehan pribadi tidak akan mampu mencegah datangnya musibah, jika kesalehan pribadi tersebut tidak mampu mencegah kemunkaran dan kema'siatan sehingga merajalela.
HISBAH CEGAH MUSIBAH
Hisbah adalah Amar Ma'ruf Nahi Munkar, yaitu menyerukan kema'rufan dan mencegah kemunkaran. Hisbah merupakan Pintu Gerbang Keberuntungan dan Ciri umat yang terbaik serta Sendi Pembangunan Akhlaq Sholihah (QS.3.Aali 'Imraan : 104, 110 dan 114). Hisbah juga merupakan Tugas Mulia Para Nabi (QS.7.Al-A'raaf : 157), Penyebab Turunnya Rahmat (QS.9.At-Taubah : 71), Sifat Mu'min (QS.22.Al-Hajj : 41), dan Kewajiban dari Allah SWT (QS.31.Luqmaan : 17).
Dalam hadits banyak disebutkan tentang peran Hisbah sebagai jalan keselamatan dari musibah, antara lain: Pertama, dalam Jami' Imam At-Tirmidzi rhm, kitab Al-Fitan, Bab Amar Ma'ruf Nahi Munkar, hadits ke-9, bersumber dari Hudzaifah ibnul Yaman ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Demi yang jiwaku ada di tangan (kekuasaan) -Nya, hendaklah engkau sungguh-sungguh menyerukan kema'rufan dan mencegah kemunkaran, atau niscaya Allah akan benar-benar mengirim atasmu sekalian siksa dari-Nya. Kemudian engkau berdoa kepada-Nya dan Dia tidak mengabulkannya."
Kedua, dalam kitab Al-Fathur Robbani yang merupakan susunan sistematis dari Musnad Imam Ahmad juz 19 hal 177 ada sebuah Hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Siti Aisyah ra, bahwa Nabi SAW bersabda: "Wahai manusia, sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla berfirman: "Serulanlah kema'rufan dan cegahlah kemunkaran, sebelum engkau semua berdoa kepada-Ku namun Aku tidak mengabulkannya, dan sebelum engkau semua meminta kepada-Ku namun Aku tidak memberikannya, serta sebelum engkau semua mohon pertolongan-Ku namun Aku tidak menolong engkau sekalian."
JAKARTA, MA'SIAT DAN MUSIBAH
Cap Jakarta sebagai Serambi Ma'siat Indonesia tampaknya bukan sekedar tuduhan tanpa bukti. Aneka macam kemunkaran di Jakarta dengan mudah didapatkan, karena disuguhkan secara frontal, demonstratif dan tanpa punya rasa malu. Tentu saja, bukan maksud tulisan ini untuk memojokkan Pemda DKI Jakarta, tapi untuk menyadarkan mereka dan kita semua agar ke depan tidak mengulangi kesalahan serupa.
Di malam tahun baru 2013 M, Jakarta menyuguhkan FESTIVAL MA'SIAT di sepanjang Jalan Protokol Sudirman - Thamrin hingga Istana dan Monas sebagai jantung ibu kota. Belasan panggung hiburan yang sarat dengan kemunkaran ditampilkan atas nama "PESTA RAKYAT". Pesta kembang api yang bernilai milyaran rupiah dipertontonkan sahut menyahut selama berjam-jam mulai dari tengah malam hingga pagi dini hari. Hujan yang mengguyur Jakarta tidak dipedulikan, pejabat dan rakyat yang mengaku beragama "Islam" basah-basahan hanya untuk memeriahkan Tahun Baru Masehi yang merupakan satu rangkaian dengan peringatan Natal.
Ironis ! Untuk sebuah peringatan Maulid Nabi SAW yang menutup jalan raya biasa, terkadang hanya menutup sebuah jalan MHT, sering dipersulit dan selalu dikecam berbagai pihak dengan dalih mengganggu lalu lintas warga. Bahkan mulai ada usulan konyol "Fatwa MUI DKI" untuk melarang itu semua. Tapi, menutup jalan raya protokol utama, jantung ibu kota Jakarta, untuk pesta ma'siat, didukung dan dibesar-besarkan, bahkan dibiayai Pemda DKI Jakarta di bawah pimpinan Jokowi - Ahok. Dan semua media ikut mempromosikan serta mempublikasikan Festival Ma'siat tersebut secara nasional. Luar Biasa !!!
Kini, setelah "langit" diserang kembang api Jokowi - Ahok, maka langit pun menyerang balik dengan curah hujan yang merendam, bahkan hampir menenggelamkan seluruh ibu kota. Bayangkan jika "Langit" menyerang balik dengan kembang api serupa. Bersyukurlah, serangan balik "Langit" hanya berupa hujan yang mengakibatkan banjir. Musibah banjir telah mengakibatkan sejumlah nyawa melayang, harta benda banyak musnah, kerugian ada di seluruh penjuru Jakarta. Jokowi - Ahok telah membeli musibah dengan ma'siat, itulah prestasi 100 hari pertama kinerja mereka.
Orang tak beriman akan menampik keterkaitan musibah banjir Jakarta dengan kema'siatan yang ada di Jakarta itu sendiri, apalagi jika dikaitkan dengan kema'siatan Jokowi - Ahok sebagai pemimpinnya. Mereka menganggap hal tersebut mengada-ada atau sudah dipolitisasi. Namun bagi orang yang beriman, Ahok yang non muslim menjadi pemimpin umat Islam Jakarta sudah merupakan ma'siat besar, sekaligus sudah menjadi musibah tersendiri. Ke depan entah musibah apa lagi yang akan diundang. Wallaahu A'lam.
ALLAH SWT TIDAK ZHALIM
Kenapa dan bagaimana serta apa pun jenis musibah yang menimpa siapa pun, maka yang jelas Allah SWT tidak zalim. Allah SWT Maha Adil dan Maha Arif lagi Maha Bijaksana. Dalam QS.9. At-Taubah : 70 dan QS.29.Al-'Ankabuut: 40 serta QS.30.Ar-Ruum : 30, Allah SWT menyatakan yang terjemahannya: "Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri”.
Semoga Allah SWT senantiasa memaafkan segala kesalahan kita dan mengampuni segala dosa kita. Semoga musibah yang kita terima selama ini merupakan ujian, sekurangnya merupakan peringatan, dan bukan azab yang didahulukan. Semoga ke depan kita semua dijadikan Allah SWT sebagai hamba-hambanya yang beriman dan bertaqwa. Aamiiin.
Penulis: Habib Muhammad Rizieq Syihab, MA
Posted via Blogaway
Tathbiq Syariah di Indonesia
Oleh: Habib Rizieq Syihab, MA
Sejak manusia diciptakan kewajiban asasinya adalah ibadah kepada Allah SWT. Dalam Al Quran Surat Adz-Dzariyat ayat 56, Allah SWT menegaskan bahwasanya tidaklah manusia diciptakan melainkan hanya untuk ibadah kepada Allah SWT.
Syariat pun diturunkan Allah SWT untuk tiap-tiap umat. Dan tiap umat diwajibkan untuk mematuhi Syariat yang ditetapkan. Umat Nabi Musa As diwajibkan melaksanakan syariat Taurat, dan umat Nabi Isa As diwajibkan menjalankan syariat Injil. Sedangkan umat Nabi Muhammad SAW diwajibkan mematuhi syariat Al-Qur’an. Bahkan Allah SWT memvonis bagi orang yang tidak mau memberlakukan syariat Allah SWT sebagai Kafir, Zhalim dan Fasiq. Semua itu termaktub dalam QS. Al-Ma’idah ayat 44-50.
Makna Syariat dan Klasifikasinya
Syariat secara etimologis berasal dari bahasa Arab yang artinya ‘jalan’. Sedangkan secara terminologis, syariat adalah aturan hidup yang diturunkan Allah SWT bagi manusia, baik terkait aqidah, hukum maupun akhlaq.
Dan dalam konteks hukum, maka syariat diartikan sebagai hukum taklif amaliyah yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia. Hukum syariat pun diklasifikasikan menjadi empat, yaitu :
Pertama, Ahkamul Fardi yaitu Hukum Syariat Perorangan, seperti pengucapan dua kalimat syahadat, shalat, zakat, puasa, haji, dsb.
Kedua, Ahkamul Usroh yaitu Hukum Syariat Rumah Tangga, seperti pernikahan, perceraian, hak dan kewajiban suami isteri, hak dan kewajiban orangtua dan anak, masalah nafkah, wasiat dan waris, dsb.
Ketiga, Ahkamul Mujtama’ yaitu Hukum Syariat Sosial Ekonomi Kemasyarakatan, seperti pendidikan, ekonomi, asuransi, perbankan, tradisi, budaya, adat istiadat, dan masalah mu’amalat lainnya.
Keempat, Ahkamud Daulah yaitu Hukum Syariat Tata Negara, seperti syarat Kepala Negara, tata cara penetapan Kepala Negara, Hak dan Kewajiban Kepala Negara dan Rakyat, pertahanan dan keamanan, dsb. Termasuk katagori ini semua Hukum Syariat yang tidak bisa dilaksanakan kecuali dengan kekuatan negara, seperti Qishash, Hudud, Hubungan Internasional dan Hukum Perang.
Tathbiq (Penerapan) Syariah di Hindia Belanda
Sejak masuknya Islam ke Nusantara, masyarakat muslim sudah mulai melaksanakan Syariat Islam. Bahkan ketika bermunculan Kerajaan dan Kesultanan Islam di Nusantara, justru Syariat Islam disahkan sebagai Hukum Resmi berbagai Kerajaan dan Kesultanan tersebut.
Selanjutnya, Syariat Islam makin berakar dan menguat, sehingga berhasil sedikit demi sedikit menggusur Hukum Adat di berbagai daerah seantero Nusantara.
Di Aceh, tercatat dalam sejarah Sultan Ala’uddin Ri’ayat Syah Al-Qahhar (1537 s/d 1571 M) bahwa Raja Linge ke XIV yang berkuasa di Aceh Tengah dijatuhi hukuman oleh Hakim Agung Kesultanan Aceh dengan membayar diyat 100 ekor kerbau karena telah membunuh adik tirinya. Dan Sultan Iskandar Muda (1603 s/d 1637 M) telah menjatuhkan Hukum Rajam kepada putra kandungnya sendiri karena berzina.
Itulah sebabnya, Pemerintahan Hindia Belanda yang menjajah Indonesia selama lebih dari 350 tahun tidak mampu menghapus Syariat Islam yang telah berurat berakar di tengah masyarakat Indonesia. Bahkan tidak ada pilihan bagi Pemerintah Hindia Belanda kecuali harus mempertahankan keberadaan Mahkamah Syariat di berbagai daerah untuk menyelesaikan aneka permasalahan hukum di tengah kehidupan masyarakat, termasuk mengangkat Mufti bagi kepentingan memberikan fatwa hukum bagi umat Islam.
Di tahun 1855, Ahli Hukum Belanda, LWC. Van Den Berg mengusulkan kepada Pemerintah Hindia Belanda dengan mengajukan ‘Teori Receptie in Complexu’ yang berpendapat bahwa hukum yang berlaku bagi orang Indonesia asli adalah undang-undang agama mereka, yakni Hukum Islam, sehingga sudah sepatutnya didirikan Pengadilan Agama. Kemudian usulan tersebut dikabulkan Raja Willem III di Belanda, sehingga diterbitkan ‘Konninklijk Besluit’ (Keputusan Raja) No.24 tanggal 19 Januari 1882 yang dimuat dalam ‘Staatersebutlad 1882 No. 152 tentang Peraturan Peradilan Agama. Namun, akhirnya keputusan tersebut diprotes keras oleh Christian Snouck Hugronje dengan menggunakan ‘Teori Receptie’ yang berpendapat bahwa hukum yang berlaku bagi orang Indonesia asli adalah Hukum Adat, sehingga pada tanggal 1 April 1937 lahirlah ‘Staatersebutlad 1937 No. 116 tentang pembatasan wewenang Pengadilan Agama.
Itulah sebabnya, Pemerintah Hindia Belanda memberlakukan tiga sistem hukum sekaligus di Indonesia, yaitu: Hukum Islam bagi umat Islam, dan Hukum Adat bagi masyarakat adat, termasuk umat Hindu dan Budha, serta Hukum Sipil bagi warga Eropa dan umat Kristiani.
Tathbiq Syariah di NKRI
Pada tanggal 22 Juni 1945, dalam rangka persiapan dan penyambutan kemerdekaan Indonesia, para Founding Father bangsa dan negara Indonesia telah menyepakati sebuah Konsensus Nasional bernama Piagam Jakarta, yang secara eksplisit menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasarkan ‘Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’. Inilah sebenarnya Pancasila Asli yang paling autentik, yaitu Pancasila yang berintikan Tauhid dan Syariah.
Dalam sejarah Indonesia, Pancasila sejak diusulkan Soekarno hingga terbitnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, telah mengalami banyak perubahan, sehingga dikenal aneka Pancasila dengan sistematika dan isi redaksi yang berbeda-beda, yaitu: Pancasila Soekarno 1 Juni 1945, Pancasila Piagam Jakarta 22 Juni 1945, Pancasila UUD 1945, Pancasila RIS 1949, Pancasila UUDS 1950, dan Pancasila Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Pancasila Soekarno merupakan usulan rumusan Pancasila pertama kali, namun yang disepakati sebagai Konsensus Nasional adalah Pancasila Piagam Jakarta yang berintikan Tauhid dan Syariah, sedangkan Pancasila UUD 1945 adalah Pancasila Kontroversial yang penuh dengan pengkhianatan kaum Sekuler. Ada pun Pancasila RIS 1949 dan Pancasila UUDS 1950 disebut oleh Mr. Muhammad Roem sebagai Pancasila Penyelewengan, sedang Prof Hazairin menyebutnya sebagai Pancasila Palsu. Kini, yang berlaku adalah Pancasila Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yaitu Pancasila yang DIJIWAI Piagam Jakarta sebagaimana disebut secara eksplist dalam dekrit tersebut.
Dengan demikian, Pancasila sebagai Dasar Negara harus DIJIWAI Piagam Jakarta yang berintikan Tauhid dan Syariah, sehingga ini menjadi Landasan Konstitusional untuk penerapan Syariat Islam di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Itulah sebabnya, sekali pun kaum SEPILIS (Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme) selalu berupaya sekuat kemampuan dengan menghalalkan segala cara untuk menghalangi dan menggagalkan penerapan Syariat Islam di Indonesia, namun ternyata gerbong Syariat Islam jalan terus tanpa ada yang bisa menghentikannya secara ilegal, karena gerbong tersebut sudah berjalan di atas rel yang benar dan sesuai koridor yang ditetapkan oleh negara.
Peluang Tahthbiq Syariah
Memperhatikan Klasifikasi Hukum Syariah sebagaimana diuraikan di atas, maka dengan jujur harus diakui bahwa klasifikasi pertama, kedua dan ketiga ‘sudah berlaku’ di Indonesia sejak lama. Bahkan kini sudah mulai ditransformasikan ke dalam bahasa perundang-undangan, sehingga peluang penerapan Syariat Islam di ketiga klasifikasi tersebut semakin hari semakin terbuka lebar.
Klasifikasi pertama terkait Hukum Syariat Perorangan, sejak dulu hingga kini dengan bebas bisa dilaksanakan di Indonesia, karena pada dasarnya klasifikasi ini memang bisa dilaksanakan oleh siapa pun tanpa campur tangan negara. Namun demikian, sebagiannya sudah diformalisasikan dalam bentuk UU Zakat dan UU Haji, sehingga tentunya semakin memperkuat posisi Syariat dalam perundang-undangan negara.
Klasifikasi kedua terkait Hukum Syariat Rumah Tangga, sejak dulu hingga kini juga bisa dilaksanakan dengan bebas di Indonesia. Bahkan kini sebagiannya bukan saja sudah diformalisasikan dalam bentuk Kompilasi Hukum Islam tentang Perkawinan, Perceraian, Warisan, Wasiat, Waqaf dan Hibah, tapi juga sudah disediakan secara formal Pengadilan Agama lengkap dengan perangkat hukum dan sarana prasarananya.
Klasifikasi ketiga terkait Hukum Syariat Sosial Ekonomi Kemasyarakatan, ternyata sejak dulu hingga kini pun bisa dilaksanakan dengan bebas. Bahkan sudah terformalisasikan secara sistematis dan meluas. Di bidang pendidikan, secara sah berdiri pesantren dan madrasah serta Perguruan Tinggi Islam dengan kurikulum khas Islam yang diakui negara. Di bidang ekonomi, telah bermunculan secara legal formal perbankan syariah, asuransi syariah, pergadaian syariah, dsb.
Ada pun klasifikasi keempat terkait Hukum Syariat Tata Negara atau Hukum Syariat yang tidak bisa dilaksanakan kecuali dengan kekuatan negara, seperti Qishash dan Hudud, maka klasifikasi ini masih jadi perdebatan serius di Indonesia. Namun demikian, bukan berarti tidak bisa atau tidak boleh, tapi hanya merupakan proses perjuangan yang masih memerlukan waktu.
Dengan demikian, sebenarnya 75 persen peluang Tathbiq Syariah sudah ada di tangan umat Islam, karena tiga dari empat klasifikasi sudah bisa dilaksanakan dengan leluasa. Ada pun yang 25 persen masih dalam proses perjuangan. Yakinlah, jika yang 75 persen kita jaga dan amalkan dengan baik, nisacaya keberkahannya akan membuka sisa peluang 25 persen lainnya dengan izin Allah SWT.
Strategi Tathbiq Syariah
Memperhatikan peluang Tathbiq Syariah sebagaimana diuraikan di atas tadi, maka penulis mengajak semua pihak yang peduli dengan penegakkan Syariat Islam untuk melakukan langkah-langkah konkrit sebagai berikut :
Terkait Hukum Syariat perorangan, maka mantapkan Iman, Islam dan Ihsan dalam pengamalan, karena itulah pembuka pintu keberkahan dan kemenangan perjuangan penegakkan Syariat Islam. Jangan sampai terjadi, seseorang berteriak keras tentang penerapan Syariat Islam, tapi mengamalkan perilaku syirik perdukunan, atau meninggalkan shalat, atau berakhlaq buruk.
Terkait Hukum Syariat Rumah Tangga, maka laksanakan perkawinan dan perceraian dengan cara Islam, penuhi hak dan kewajiban dalam rumah tangga sesuai aturan Syariat Islam, termasuk masalah warisan dan lainnya. Jika terjadi perselisihan dalam soal rumah tangga, maka selesaikan di Pengadilan Agama yang menggunakan Hukum Islam. Jangan sampai terjadi, seseorang berteriak keras tentang penerapan Syariat Islam, tapi kumpul kebo, berzina, atau selingkuh, atau pun menyelesaikan persoalan rumah tangga atau masalah warisnya di Pengadilan Negeri yang menggunakan Hukum Sipil.
Terkait Hukum Syariat Sosial Ekonomi Kemasyarakatan, maka soal pendidikan, kembangkan pendidikan Islam, masukkan anak-anak kaum muslimin ke pesantren dan madrasah serta sekolah-sekolah yang menggunakan kurikulum khas Islam. Dan soal ekonomi, lakukan segala bentuk transaksi ekonomi, termasuk perbankan, asuransi dan pergadaian, serta persoalan mu’amalat lainnya, hanya dengan sistem ekonomi Islam. Soal budaya, pertahankan tradisi dan adat istiadat selama tidak brtentangan dengan Syariat Islam. Jangan sampai terjadi, seseorang berteriak keras tentang penerapan Syariat Islam, tapi berhubungan dengan sistem Riba, atau menyekolahkan anak di sekolah- sekolah non Islam, atau mengikuti budaya dan tradisi yang tidak Islami.
Terkait Hukum Syariat Tata Negara, yang juga mencakup Hukum Syariat yang tidak bisa dilaksanakan kecuali dengan kekuatan negara, seperti Qishash dan Hudud, maka harus terus menerus diperjuangkan melalui koridor konstitusi, baik di tingkat Pusat mau pun Daerah. Sosialisaikan secara merata ke semua lapisan masyarakat tentang keindahan Syariat Islam, melalui Dakwah yang komprehensif. Jangan pernah putus asa, atau pun merasa lelah dalam memperjuangkan penegakkan Syariat Islam di semua bidang.
Kesimpulannya, mana-mana bagian Syariat Islam yang sudah bisa ditegakkan, dengan atau tanpa perundang-undangan negara, maka wajib untuk segera kita laksanakan. Sedangkan mana-mana bagian Syariat Islam yang belum bisa dilaksanakan kecuali dengan melibatkan aturan negara, maka kita harus terus memperjuangkan formalisasinya dalam bentuk perundang-undangan.
Pesan Pejuang Syariat
Di tahun 2003, tatkala penulis dan Ust. Abu Bakar Ba’asyir menghuni “pesantren” LP Salemba, kami dikunjungi seorang pejuang penegakkan Syari’at Islam di Indonesia, almarhum Hardjono Mardjono. Beliau datang menawarkan diri untuk menjadi Saksi Ahli dalam persidangan penulis, terkait Gerakan Nasional Anti Ma’siat yang digaungkan Front Pembela Islam (FPI). Sungguh mengharukan, banyak tokoh diminta oleh penasihat hukum penulis untuk menjadi Saksi Ahli, tapi umumnya menolak dengan berbagai alasan, tapi tokoh yang satu ini justru datang menawarkan diri. Tak disangka, ternyata itulah pertemuan terakhir penulis dengan sang pejuang, karena beberapa waktu kemudian beliau meninggal dunia saat sedangkan menjalankan kewajiban da’wahnya sebagai seorang pejuang yang mukhlish. Semoga Allah SWT memberkahi dan merahmatinya.
Dalam pertemuan penuh kenangan tersebut, ada pesan penting dari beliau tentang Piagam Jakarta. Beliau dengan semangat dan penuh percaya diri menyatakan bahwa saat ini Piagam Jakarta adalah JIWA Dasar Negara Republik Indonesia yang sah sesuai amanat Dekrit Presiden RI 5 Juli 1959. Beliau menegaskan bahwa Dekrit tersebut secara De Jure mau pun De Facto telah secara sah membubarkan Konstituante dan mengembalikan Pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional Negara RI yang DIJIWAI Piagam Jakarta yang berintikan Tauhid dan Syariah.
Selanjutnya, beliau menekankan bahwa pada prinsipnya perdebatan tentang Piagam Jakarta sudah tidak perlu lagi, karena Piagam Jakarta sebagai JIWA Dasar Negara RI sudah FINAL dengan Dekrit tersebut yang hingga saat ini masih tetap berlaku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Dan tentu saja menjadikan Piagam Jakarta sebagai JIWA Dasar Negara RI sudah semestinya, karena memang pada mulanya Dasar Negara yang menjadi Konsensus Nasional para Founding Father Bangsa Indonesia yang dicetuskan tanggal 22 Juni 1945 adalah Piagam Jakarta, bahkan pada saat Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 yang sah sebagai Dasar Negara adalah Piagam Jakarta, yang kemudian dikhianati oleh kelompok Sekuler pada tanggal 18 Agustus 1945.
Jadi, Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959 merupakan pelurusan sejarah yang telah diselewengkan dan pengembalian Konsensus Nasional yang telah dikhianati, sehingga sejak Dekrit tersebut dikeluarkan maka Dasar Negara yang paling autentik telah dikembalikan JIWANYA.
Beliau pun menyarankan agar FPI ke depan lebih pro aktif memperjuangkan perundang-undangan Syariat dari pusat sampai ke daerah, sebagai bentuk implementasi dari JIWA Dasar Negara RI yang berintikan Tauhid dan Syariah. Beliau pun menekankan bahwasanya, mereka yang menyebarluaskan paham atau perbuatan yang anti Tauhid dan anti Syariat berarti mereka lah musuh Pancasila yang sebenarnya.
Akhirnya, penulis hanya bisa mengatakan untuk almarhum: Selamat jalan pejuang ! Jasamu akan selalu kami kenang ! Pesanmu akan kami pegang ! Insya Allah kita menang ! Allahu Akbar !
Posted via Blogaway
Sikap Politik FPI Menjelang Pilpres 2014
Jakarta – FPI: Menghadapi pemilihan Presiden pada Rabu, 9 Juli 2014 mendatang, Umat Islam harus ikut serta berperan dalam berbagai aspek baik ikut memberikan suara, mengawasi jalannya pemilu agar suara umat islam sebagai penduduk mayoritas tidak disalah gunakan oleh musuh-musuh islam. Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Muhammad Rizieq bin Husin Syihab kembali mengingatkan agar umat islam berperan aktif dan tidak salah memilih pemimpin yang anti terhadap penerapan Syariat Islam.
Adapun hasil hasil Musyawarah DPP Front Pembela Islam (FPI), pada Rabu 5 Sya’ban 1435 H/ 4 Juni 2014 memutuskan, bahwa sesuai dengan Sikap Politik DPP FPI pada Pileg 2014 yang mengamanatkan suaranya kepada PARTAI ISLAM yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Bulan Bintang (PBB), maka DPP FPI dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 menyatakan ISTIQOMAH menyerukan umat Islam agar tetap memberikan suaranya untuk PARTAI ISLAM yaitu PPP, PKS dan PBB dengan menitipkan 10 Amanat Perjuangan Islam kepada Capres dan Cawapres yang didukung oleh Ketiga PARTAI ISLAM tersebut, tanpa melakukan KAMPANYE HITAM.
Adapun Isi Maklumat Front Pembela Islam (FPI), dan Rincian 10 Amanat Perjuangan Islam tersebut sebagai berikut :
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Setelah melalui Musyawarah Pimpinan DPP-FPI dengan pertimbangan syar’i, atas semua masukan dari internal mau pun eksternal organisasi dan perkembangan situasi politik dalam negeri, serta sesuai dengan Sikap Politik DPP-FPI pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2014 yang telah menyerukan segenap pengurus, anggota dan simpatisannya serta segenap umat Islam di seluruh Indonesia untuk memberikan amanat suaranya kepada PARTAI ISLAM yaitu PPP, PKS dan PBB, maka DPP-FPI dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 menyatakan tetap :
ISTIQOMAH
Menyerukan umat Islam agar tetap memberikan suaranya kepada PARTAI ISLAM yaitu PPP, PKS dan PBB dengan menitipkan amanat agar PARTAI ISLAM tersebut terus menerus mendorong pasangan Capres dan Cawapres RI yang didukungnya untuk secara konsisten MEMPERJUANGKAN :
Pembelaan terhadap agama, bangsa dan negara dengan sungguh-sungguh.
Pelaksanaan ajaran agama dan aturan perundang-undangan sebaik-baiknya.
Perlindungan bagi upaya Formalisasi Syariat Islam secara KONSTITUSIONAL ke dalam perundang-undangan sebagai bentuk pengamalan Pancasila dan UUD 1945 yang telah menjadikan KETUHANAN YANG MAHA ESA sebagai DASAR NEGARA.
Jaminan kebebasan menjalankan ibadah dan syariat bagi tiap agama sesuai dengan ajarannya masing-masing.
Pelarangan segala bentuk penistaan dan penodaan terhadap agama apa pun.
Pembasmian Ahmadiyah, Komunisme, Kapitalisme dan Sepilis (Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme), serta Aliran Sesat lainnya.
Pemberantasan Korupsi, Narkoba, Miras, Judi, Perzinahan, Prostitusi, Sex Bebas, Pornografi, Pornoaksi, Mafia, Gengster, Premanisme, Homo dan Lesbi serta Ma’siat lainnya.
Pembolehan JILBAB bagi Wanita Muslimah di sekolah-sekolah dan Perguruan Tinggi serta di kantor-kantor dan perusahaan, termasuk di jajaran PEGAWAI NEGERI baik SIPIL mau pun TNI dan POLRI.
Pemberlakuan AZAS PROPORSIONAL dalam mencalonkan mau pun mengangkat dan menetapkan jabatan-jabatan publik di semua instansi dan sektor kehidupan berbangsa dan bernegara.
Proses Hukum terhadap semua Pelanggaran HAM dan KEJAHATAN KEMANUSIAAN yang dilakukan oleh Densus 88 sejak didirikan hingga sekarang.
Kepada semua anggota dan simpatisan FPI di dalam mau pun di luar negeri, diserukan untuk mengkampanyekan seruan ini, mengikuti Pilpres 2014, memastikan nama ada dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), mengawasi tiap-tiap Tempat Pemungutan Suara (TPS), mengawal Kotak Suara dari TPS hingga ke KPU Pusat, dan melawan segala bentuk kecurangan untuk Pemilu yang adil, jujur dan amanat.
DPP-FPI menyerukan segenap umat Islam dan seluruh komponen bangsa agar berpolitik yang berakhlaqul karimah, dan agar tidak melakukan KAMPANYE HITAM atau penghinaan terhadap pihak lain yang berbeda pilihan politiknya, serta wajib untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan dalam bingkai NKRI Bersyariah.
Demikian Seruan ini dibuat untuk disebarluaskan. Sesungguhnya Allah SWT menjadi saksi, dan Dia adalah sebaik-baiknya saksi.
Hasbunallaah wa Ni’mal Wakiil, Ni’mal Maulaa wa Ni’man Nashiir.
Dewan Pimpinan Pusat - Front Pembela Islam
Jakarta, 5 Sya’ban 1435 H / 4 Juni 2014 M
[slm/fpi]
Posted via Blogaway
Selasa, 03 Juni 2014
Habib Rizieq - Nasyid Medan Juang Islam
Astaghfirullah Rabbiyasy syakuur
Astaghfirullah Rabbiyash shabuur 2x
Astaghfirullah Rabbiyal ghafuur
Astaghfirullah min kulli ghuruur 2x
Medan juang Islam adalah tiga
Harus diingat jangan dilupa 2x
Pertama da'wah kedua hisbah
Ketiga jihad fii sabilillaah 2x
Da'wah haruslah bijak dan lugas
Hisbah mestilah cerdas dan tegas 2x
Jihad medannya brani dan keras
Berkorban hingga terakhir nafas 2x
Setiap medan wajib diisi
Oleh yang pantas dan memang ahli 2x
Semua medan wajib sinergi
Jangan merasa benar sendiri 2x
Mulailah dari diri sendiri
Jangan melanggar syari'at Nabi 2x
Siapa berjuang ikhlaskan diri
Niscaya dapat ridha Ilahi 2x
Posted via Blogaway
Kamis, 20 Maret 2014
Berikut adalah tanggapan Habib Munzir (alm ) terhadap ormas FPI...
Habib Munzir Al Musawa :
Saya mencintai habib rizieq dan saya sangat menghormatinya, beliau seorang yg bersemangat dan berjiwa baja membela kebenaran.
Saya berpegang pada ucapan guru kita Al habib Umar bin hafidh bahwa emosi dan kekerasan bukanlah cara untuk memperbaiki ummat. Namun sekali lagi, bahwa habib rizieq adalah habib nomer satu di indonesia yg paling bersemangat menegakkan kebenaran.
Saya salut atas keberaniannya dan kehebatannya dalam menjalankan dakwahnya, dan kami berteman dan bersaudara akrab, habib rizieq tahu betul bahwa diantara kita ada perbedaan, namun beliau memakluminya dan tak memusuhi saya, dan sayapun demikian, kita saling maklum dan sama sama berjuang untuk dakwah Rasul saw.
Habib Rizieq Syihab bukan musuh kita, beliau sangat baik dan berjuang membela dakwah islamiyah, namun barangkali terlalu berhasrat, dan kita mesti membelanya dari dianiaya atau didholimi dan merangkulnya, karena banyak juga kegiatan FPI yg positif, yaitu berkhidmat di Aceh ketika bencana tsunami, Juga berjihad di Poso dll.
Ketika saya tanyakan perihal ini pada Guru Mulia kita, beliau mengatakan bahwa :
“masing masing muslim punya cara dalam dakwahnya, ada yg dengan kekerasan, namun kita tetap mengikuti salafusshalihin dan bersama guru guru kita, yaitu dengan kelembutan”.
Sebenarnya FPI bukan gerakan garis keras, namun lebih tepat disebut gerakan garis tegas , dan Hb Rizieq semakin hari semakin memahami steategi dakwah dg ketegasan yg mana yg patut dilakukan, tergantung sikonnya.
Saya turut serius menangani kasus itu, namun saya tak mau diliput media, saya hanya mengontak gubernur, sekda, staf sus pres, dan kapolda, utk menggagalkan rencana penggusuran, dan mereka menerima, tanpa saya harus terjun ke kancah, ketika sekda DKI menawarkan saya untuk mengumumkan pada media, maka saya menolak, silahkan kyai atau habaib lain saja.
Sebagimana saya katakan diatas, saya sudah jumpa dan banyak bicara dengan habib rizieq, kita tidak bermusuhan, cuma beda pemahaman, dan habib rizieq sendiri mengatakan didepan jamaahnya ketika bersama saya, beliau berkata :
“habaib ini beda beda, ada yg keras, ada yg lembut, ada yg diam, ada yg vokal, masing masing dengan tugasnya”.
Maka permasalahan selesai sampai disitu, habib rizieq dengan perjuangannya dan saya dengan perjuangan saya, dan habaib lainnya dgn perjuangannya masing-masing.
Kesemuanya satu tujuan dan tidak bermusuhan, habib rizieq tidak memaksa saya untuk sejalan dengannya dan sayapun tak memaksa beliau untuk meninggalkan perjuangannya, kita bersaudara.
Silahkan saja jamaah yg ingin ikut FPI, atau MR, atau ikut kedua duanya, semua terbuka saja tanpa ada ikatan pemaksaan dan permusuhan.
ALLOHU AKBAR...!!!
Posted via Blogaway
Senin, 17 Februari 2014
Umat Terbaik vs Terhina
Allah Swt befirman:
“Kamu adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik dari mereka; diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (kafir). Mereka sekali-kali tidak akan dapat membuat mudharat kepada kamu, selain dari gangguan-gangguan celaan saja, dan jika mereka berperang dengan kamu, pastilah mereka berbalik melarikan diri ke belakang (kalah). Kemudian mereka tidak mendapat pertolongan. Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali mereka berpegang pada tali agama Allah dan tali perjanjian di antara mereka, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan mereka membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikan itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas” (QS. Ali Imran 110-112).
Firman Allah Swt di atas menggambarkan kaum muslimin sebagai ummat terbaik diantara umat manusia di muka bumi. Sedangkan kaum Yahudi yang sangat membenci kaum muslimin sejak Islam datang di kota Madinah dan berkembang menjadi pusat pemerintahan baru yang kuat, ditimpakan martabat yang rendah. Perkembangan Islam yang begitu pesat dan kian kuat membuat iri kaum Yahudi, sehingga mereka merasa perlu berseteru dengan kaum muslimin dan mengkhianati janji yang telah mereka sepakati bersama Rasulullah Saw. Namun Allah Swt memenangkan kaum muslimin atas mereka.
Ayat tersebut juga mencantumkan sifat-sifat kaum muslimin sebagai umat terbaik, khairul ummah. Sedangkan ayat-ayat berikutnya (ayat 111-112) menyebut sebab-sebab kehinaan dan kemalangan kaum Yahudi.
Lalu, bagaimana keadaan kaum muslimin saat ini, yang seolah-olah tidak menjadi umat yang terbaik. Sebaliknya, bangsa yahudi nampak menjadi bangsa yang unggul dan baik pamornya di mata umat manusia? Tafsir berikut ini akan mengupas permasalahan-permasalahan di atas.
Keutamaan Umat Mahammad SAW.
Dalam lafadz ‘kuntum khaira ummah’, seruan tersebut ditujukan kepada ummat nabi Muhammad Saw Lafadz ‘kuntum’ tidak dimaksudkan untuk menyatakan keadaan kaum muslimin pada masa lalu, melainkan bermakna (‘antum’), artinya demikianlah Allah Swt membentuk kalian. Hal ini seperti firman Allah Swt: “wa kaana allaahu samii ‘an bashiiro” yang tentu tidak diartikan bahwa Allah Swt dulu maha Mendengar dan maha Melihat, sedangkan sekarang sudah tidak demikian keadaannya.
Lafadz ‘ukhrijat linnas’ menunjukkan bahwa kaum muslimin bukan dibangkitkan untuk umat Islam semata, melainkan untuk seluruh umat manusia. Sebagaimana Rasulullah Saw diutus untuk seluruh umat manusia, kaum musliminpun mengikuti perjuangan beliau SAW, yakni mengemban risalah Islam ke seluruh umat manusia.
Ada tiga sifat yang dimiliki oleh ummat pengemban risalah Muhammad SAW ini yang menyertai predikat anugerah Allah SWT sebagai ummat yang terbaik, yakni : (1). Menyuruh kepada yang yang ma’ruf, (2). Mencegah dari yang mungkar, dan (3). Beriman kepada Allah Swt. Sebagaimana terdapat dalam lafadz : “ta’muruu bil ma’ruf watanhauna ‘anil munkar wa tu’minuuna billah”.
Itulah tiga yang sifat yang menjadi unsur-unsur kebaikan umat Rasulullah Saw. Dalam hal ini perlu dipahami, bahwa iman kepada Allah Swt., tentu harus ada terlebih dahulu sebelum dua hal yang lain, yakni amar ma’ruf nahi mungkar. Demikian pula iman kepada risalah Islam. Sebab aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar tidak ditentukan oleh tradisi masyarakat, melainkan oleh syari’at yang diturunkan oleh Allah Swt.
Dalam mengulas ayat tersebut, Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyertakan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa Durrah binti Abi Lahab berkata: Bahwa seseorang bertanya kepada Rasulullah Saw., sewaktu beliau berpidato di mimbar: “Siapakah orang yang terbaik yang Rasullah?” Rasululah SAW menjawab :
“Manusia yang terbaik adalah manusia yang paling banyak membaca, paling bertaqwa kepada Allah SWT, paling giat melakukan amar ma’ruf nahi munkar dan paling suka bersilaturahmi”.
Imam Ibnu Katsir mengatakan kandungan ayat tersebut sama dengan maksud ayat :
“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), ummat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia agar Rasul (Nabi Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu”.
(QS. Al Baqarah 143).
Jelaslah kini mengapa kaum muslimin disebut oleh Allah sebagai ‘khairu ummah’ (umat terbaik) dan ‘ummata wasathan’ (umat yang adil dan pilihan), yakni lantaran umat ini beriman kepada Allah Swt., yang telah menurunkan syari’at paripurna (QS. Al Maidah 3) kepada RasulNya Saw, serta senantiasa menegakkan pelaksanaan syari’at secara sempurna ('kaffah') yang menjadi rahmat bagi seluruh alam (‘rahmatan lil ‘alamin’) dengan aktivitas ‘amar ma’ruf nahi mungkar’. Jika umat ini masih memiliki unsur-unsur kebaikan umat tersebut, maka predikat terbaik dan pilihan tersebut tentu masih lekat. Sebaiknya jika sifat itu hilang, layaklah predikat itu tak disandang!. Wallahu'alam.
Posted via Blogaway
Ayat dan Hadits tentang Khamr
Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu),"
(QS. Al-Maadiah: 90-91).
Dia juga berfirman : "Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir."
(QS Al Baqarah 219)
Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa minum khamr semasa di dunia dan belum sempat bertaubat maka diharamkan untuknya minum di akhirat kelak,"
(HR Bukhari Muslim).
Dalam riwayat lain tercantum, "Setiap yang memabukkan itu khamr dan setiap yang memabukkan itu haram. Barangsiapa minum khamr di dunia kemudian meninggal sementara ia pecandu khamr serta tidak bertaubat maka ia tidak akan meminumnya nanti di akhirat,"
(HR Muslim).
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah r.a, bahwasanya seorang lelaki datang dari Jaisyan (negeri Yaman) lalu ia bertanya kepada Nabi saw. tentang hukum minuman dari jagung yang sering mereka minum di negeri mereka. Minuman tersebut bernama mirz. Lalu Nabi saw. bertanya, "Apakah minuman itu memabukkan?" Lelaki itu menjawab, "Benar." Lalu Rasulullah saw. bersabda, "Setiap yang memabukkan itu haram hukumnya dan sesungguhnya Allah SWT telah berjanji bahwa orang yang minum minuman memabukkan akan diberi minuman thinah al-khahal." Para sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan thinah al-khahal?" Beliau menjawab, "Keringat penghuni neraka atau air kotoran penghuni neraka,"
(HR Muslim).
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a, ia berkata, "Rasulullah saw. bersabda, 'Barangsiapa minum khamr, maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama empat puluh hari. Namun jika ia bertaubat maka Allah akan menerima taubatnya. Apabila mengulanginya kembali maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama empat puluh hari. Jika ia kembali bertaubat maka Allah akan menerima taubatnya. Apabila mengulanginya kembali maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama empat puluh hari. Jika ia kembali bertaubat maka Allah akan menerima taubatnya. Apabila untuk yang keempat kalinya ia ulangi lagi maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama empat puluh hari dan jika ia bertaubat Allah tidak akan menerima lagi taubatnya dan akan memberinya minuman dari sungai al-khahal'." Ditanyakan, "Wahai Abu Abdurrahman apa yang dimaksud dengan sungai al-khahal?" Ia menjawab, "Sungai yang berasal dari nanah penghuni neraka,"
(HR at-Tirmidzi).
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Jibril mendatangiku dan berkata, 'Ya Muhammad, sesungguhnya Allah SWT melaknat khamr, orang yang memerasnya, yang meminta peras, peminumnya, pembawanya, orang yang menerimanya, penjualnya, pembelinya, yang memberi minum dan yang diberi minum',"
(HR Ahmad dan Ibnu Hibban).
Masih diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Apabila pecandu khamr meninggal maka akan menemui Allah seperti penyembelih berhala,"
(dalam kitab ash-Shahihah).
Masih diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Khamr itu adalah induk dari segala kekejian dan dosa besar yang terbesar. Barangsiapa yang meminumnya berarti ia telah berbuat zina terhadap ibu dan bibinya,"
(dalam kitab ash-Shahihah).
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr r.a, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Khamr itu induk segala kotoran, barangsiapa yang meminumnya Allah tidak akan menerima shalatnya selama empat puluh hari dan apabila ia meninggal sementara di dalam perutnya terdapat khamr berarti ia mati jahiliyyah,"
(dalam kitab ash-Shahihah).
Diriwayatkan dari Abu Darda' r.a, ia berkata, "Kekasihku telah berwasiat kepadaku, 'Jangan kamu minum khamr sebab khamr adalah kunci dari segala keburukan,"
(HR Ibnu Majah).
Diriwayatkan, ada seorang laki-laki yang memberi hadiah satu guci arak kepada Nabi s.a.w., kemudian Nabi memberitahu bahwa arak telah diharamkan Allah. Orang laki-laki itu bertanya:
Rajul: Bolehkah saya jual? Nabi: Zat yang mengharamkan meminumnya, mengharamkannya juga menjualnya. Rajul: Bagaimana kalau saya hadiahkan raja kepada orang Yahudi? Nabi: Sesungguhnya Allah yang telah mengharamkan arak, mengharamkan juga untuk dihadiahkan kepada orang Yahudi. Rajul: Habis, apa yang harus saya perbuat? Nabi: Tuang saja di selokan air.
(Al-Humaidi dalam musnadnya)
Posted via Blogaway
Korupsi dalam pandangan Islam
Menengok keadaan saat ini, betapa banyak orang yang melakukan perbuatan yang amat tercela ini. Bahkan hampir kita dapati dalam semua lapisan masyarakat, dari masyarakat yang paling bawah, menengah sampai kalangan atas. Khalayak pun kemudian menggolongkan para pelaku korupsi ini menjadi berkelas-kelas. Mulai koruptor kelas teri sampai kelas kakap. Dalam lingkup masyarakat bawah, mungkin pernah atau bahkan banyak kita jumpai, seseorang yang mendapat amanah untuk membelanjakan sesuatu, kemudian setelah dibelanjakan, uang yang diberikan pemiliknya masih tersisa, tetapi dia tidak memberitahukan adanya sisa uang tersebut, meskipun hanya seratus rupiah, melainkan masuk ke ‘saku’nya, atau dengan cara memanipulasi nota belanja. Adapun koruptor kelas kakap, maka tidak tanggung-tanggung yang dia ‘embat’ sampai milyaran bahkan triliyunan. Sejauh mana bahaya perbuatan ini? Kami mencoba mengulasnya dengan mengambil salah satu hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berikut ini. Semoga bermanfaat, dan kita dapat menghindari ataupun mewaspadai bahayanya.
Dari ‘Adiy bin ‘Amirah Al Kindi Radhiyallahu 'anhu berkata : Aku pernah mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
(( ﻪِﻠﻴِﻠَﻘِﺑ ِ هِﺮﻴِﺜَﻛَو ِ ﺎَﻤَﻓ ﻲِﺗوُأ َ ﻪْﻨِﻣ ُ ﺬَﺧَأ َ ﺎَﻣَو ﻲِﻬُﻧ َ ﻪْﻨَﻋ ُ ﻰَﻬَﺘْﻧا )) ﺎَﻧَأَو ﻪُﻟﻮُﻗَأ ُ نْﻵا ،َ ﻦَﻣ ْ هﺎَﻨْﻠَﻤْﻌَﺘْﺳا ُ ﻢُﻜْﻨِﻣ ْ ﻰَﻠَﻋ ﻞَﻤَﻋ ٍ ْﺊِﺠَﻴْﻠَﻓ ﻚَﻠَﻤَﻋ ،َ لﺎَﻗ )) :َ ﺎَﻣَو ﻚَﻟ ،((؟َ لﺎَﻗ :َ ﻚُﺘْﻌِﻤَﺳ َ لﻮُﻘَﺗ ُ اَﺬَﻛ اَﺬَﻛَو ، لﺎَﻗ :َ رﺎَﺼْﻧَْﻷا ِ ﻲﱢﻧَﺄَﻛ ﺮُﻈْﻧَأ ُ ﻪْﻴَﻟِإ ،ِ لﺎَﻘَﻓ :َ ﺎَﻳ لﻮُﺳَر َ ﻪﱠﻠﻟا ِ ﻞَﺒْﻗا ْ ﻲﱢﻨَﻋ ًﻻﻮُﻠُﻏ ﻲِﺗْﺄَﻳ ﻪِﺑ ِ مْﻮَﻳ َ ﺔَﻣﺎَﻴِﻘْﻟا ،((ِ لﺎَﻗ :َ مﺎَﻘَﻓ َ ﻪْﻴَﻟِإ ِ ﻞُﺟَر ٌ دَﻮْﺳَأ ُ ْﻦِﻣ ﻦَﻣ ْ هﺎَﻨْﻠَﻤْﻌَﺘْﺳا ُ ﻢُﻜْﻨِﻣ ْ ﻰَﻠَﻋ ﻞَﻤَﻋ ٍ ﺎَﻨَﻤَﺘَﻜَﻓ ﺎًﻄَﻴْﺨِﻣ ﺎَﻤَﻓ ﻪَﻗْﻮَﻓ ُ َنﺎَﻛ )).
“Barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), lalu dia menyembunyikan dari kami sebatang jarum atau lebih dari itu, maka itu adalah ghulul (belenggu, harta korupsi) yang akan dia bawa pada hari kiamat”. (‘Adiy) berkata : Maka ada seorang lelaki hitam dari Anshar berdiri menghadap Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, seolah-olah aku melihatnya, lalu dia berkata,"Wahai Rasulullah, copotlah jabatanku yang engkau tugaskan." Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya,"Ada apa gerangan?” Dia menjawab,"Aku mendengar engkau berkata demikian dan demikian (maksudnya perkataan di atas, Pen.)." Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam pun berkata,"Aku katakan sekarang, (bahwa) barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), maka hendaklah dia membawa (seluruh hasilnya), sedikit maupun banyak. Kemudian, apa yang diberikan kepadanya, maka dia (boleh) mengambilnya. Sedangkan apa yang dilarang, maka tidak boleh.”
TAKHRIJ HADITS - Hadits ini dikeluarkan oleh Muslim dalam Shahih-nya dalam kitab al Imarah, bab Tahrim Hadaya al ‘Ummal, hadits no. 3415. - Abu Dawud dalam Sunan-nya dalam kitab al Aqdhiyah, bab Fi Hadaya al ‘Ummal, hadits no. 3110. - Imam Ahmad dalam Musnad-nya, 17264 dan 17270, dari jalur Isma’il bin Abu Khalid, dari Qais bin Abu Hazim, dari Sahabat ‘Adiy bin ‘Amirah al Kindi Radhiyallahu 'anhu di atas. Adapun lafadz hadits di atas dibawakan oleh Muslim.
BIOGRAFI SINGKAT ‘ADIY BIN ‘AMIRAH RADHIYALLAHU 'ANHU Beliau merupakan sahabat mulia, dengan nama lengkapnya ‘Adiy bin ‘Amirah bin Farwah bin Zurarah bin al Arqam, Abu Zurarah al Kindi. Beliau hanya sedikit meriwayatkan hadits Rasululllah Shallallahu 'alaihi wa sallam, di antaranya adalah hadits ini.
Beliau wafat pada masa kekhalifahan Mu’awiyah Radhiyallahu 'anhu. Ada pula yang berpendapat selain itu. Wallahu a’lam bish shawab.
MUFRADAT (KOSA KATA) Kata ghululan ( ًﻻﻮُﻠُﻏ ) dalam lafadz Muslim, atau ghullun ( ﱞﻞُﻏ ) dalam lafadz Abu Dawud, keduanya dengan huruf ghain berharakat dhammah. Ini mengandung beberapa pengertian, di antaranya bermakna belenggu besi, atau berasal dari kata kerja ghalla ( ﱠﻞَﻏ ) yang berarti khianat. Ibnul Katsir menerangkan, kata al ghulul ( ُلﻮُﻠُﻐْﻟا ), pada asalnya bermakna khianat dalam urusan harta rampasan perang, atau mencuri sesuatu dari harta rampasan perang sebelum dibagikan. Kemudian, kata ini digunakan untuk setiap perbuatan khianat dalam suatu urusan secara sembunyi-sembunyi.
Jadi, kata ghulul ( ُلﻮُﻠُﻐْﻟا ) di atas, secara umum digunakan untuk setiap pengambilan harta oleh seseorang secara khianat, atau tidak dibenarkan dalam tugas yang diamanahkan kepadanya (tanpa seizin pemimpinnya atau orang yang menugaskannya). Dalam bahasa kita sekarang, perbuatan ini disebut korupsi, seperti tersebut dalam hadits yang sedang kita bahas ini.
MAKNA HADITS Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyampaikan peringatan atau ancaman kepada orang yang ditugaskan untuk menangani suatu pekerjaan (urusan), lalu ia mengambil sesuatu dari hasil pekerjaannya tersebut secara diam-diam tanpa seizin pimpinan atau orang yang menugaskannya, di luar hak yang telah ditetapkan untuknya, meskipun hanya sebatang jarum. Maka, apa yang dia ambil dengan cara tidak benar tersebut akan menjadi belenggu, yang akan dia pikul pada hari Kiamat. Yang dia lakukan ini merupakan khianat (korupsi) terhadap amanah yang diembannya. Dia akan dimintai pertanggungjawabnya nanti pada hari Kiamat.
Ketika kata-kata ancaman tersebut didengar oleh salah seorang dari kaum Anshar, yang orang ini merupakan satu di antara para petugas yang ditunjuk oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, serta merta dia merasa takut. Dia meminta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk melepaskan jabatannya. Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan, agar setiap orang yang diberi tugas dengan suatu pekerjaan, hendaknya membawa hasil dari pekerjaannya secara keseluruhan, sedikit maupun banyak kepada beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian mengenai pembagiannya, akan dilakukan sendiri oleh beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Apa yang diberikan, berarti boleh mereka ambil. Sedangkan yang ditahan oleh beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka mereka tidak boleh mengambilnya.
SYARAH HADITS Hadits di atas intinya berisi larangan berbuat ghulul (korupsi), yaitu mengambil harta di luar hak yang telah ditetapkan, tanpa seizin pimpinan atau orang yang menugaskannya. Seperti ditegaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Buraidah Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
(( ﻮُﻬَﻓ َ ٌلﻮُﻠُﻏ ﻦَﻣ ِ هﺎَﻨْﻠَﻤْﻌَﺘْﺳا ُ ﻰَﻠَﻋ ﻞَﻤَﻋ ٍ هﺎَﻨْﻗَزَﺮَﻓ ُ ﺎﻗْزِر ً ﺎَﻤَﻓ ﺬَﺧَأ َ ﺪْﻌَﺑ َ َﻚِﻟَذ )).
"Barangsiapa yang kami tugaskan dengan suatu pekerjaan, lalu kami tetapkan imbalan (gaji) untuknya, maka apa yang dia ambil di luar itu adalah harta ghulul (korupsi)".
Asy Syaukani menjelaskan, dalam hadits ini terdapat dalil tidak halalnya (haram) bagi pekerja (petugas) mengambil tambahan di luar imbalan (upah) yang telah ditetapkan oleh orang yang menugaskannya, dan apa yang diambilnya di luar itu adalah ghulul (korupsi).
Dalam hadits tersebut maupun di atas, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyampaikan secara global bentuk pekerjaan atau tugas yang dimaksud. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa peluang melakukan korupsi (ghulul) itu ada dalam setiap pekerjaan dan tugas, terutama pekerjaan dan tugas yang menghasilkan harta atau yang berurusan dengannya. Misalnya, tugas mengumpulkan zakat harta, yang bisa jadi bila petugas tersebut tidak jujur, dia dapat menyembunyikan sebagian yang telah dikumpulkan dari harta zakat tersebut, dan tidak menyerahkan kepada pimpinan yang menugaskannya.
HUKUM SYARI’AT TENTANG KORUPSI Sangat jelas, perbuatan korupsi dilarang oleh syari’at, baik dalam Kitabullah (al Qur`an) maupun hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih.
Di dalam Kitabullah, di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala : ٰﻰﱠﻓَﻮُﺗ ﺎَﻣَو نﺎَﻛ َ ﻲِﺒَﻨِﻟ ٍّ نَأ ْ ﻞُﻐَﻳ َّ ۚ ﻦَﻣَو ْ ﻞُﻠْﻐَﻳ ْ تْﺄَﻳ ِ ﺎَﻤِﺑ ﻞَﻏ َّ مْﻮَﻳ َ ﺔَﻣﺎَﻴِﻘْﻟا ِ ۚ ﱠﻢُﺛ
"Tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu), maka pada hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu …" [Ali Imran: 161].
Dalam ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta'ala mengeluarkan pernyataan bahwa, semua nabi Allah terbebas dari sifat khianat, di antaranya dalam urusan rampasan perang.
Menurut penjelasan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, ayat ini diturunkan pada saat (setelah) perang Badar, orang-orang kehilangan sepotong kain tebal hasil rampasan perang. Lalu sebagian mereka, yakni kaum munafik mengatakan, bahwa mungkin Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengambilnya. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan ayat ini untuk menunjukkan jika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terbebas dari tuduhan tersebut.
Ibnu Katsir menambahkan, pernyataan dalam ayat tersebut merupakan pensucian diri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari segala bentuk khianat dalam penunaian amanah, pembagian rampasan perang, maupun dalam urusan lainnya. Hal itu, karena berkhianat dalam urusan apapun merupakan perbuatan dosa besar. Semua nabi Allah ma’shum (terjaga) dari perbuatan seperti itu.
Mengenai besarnya dosa perbuatan ini, dapat kita pahami dari ancaman yang terdapat dalam ayat di atas, yaitu ketika Allah mengatakan : “Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu), maka pada hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu …”
Ibnu Katsir mengatakan,"Di dalamnya terdapat ancaman yang amat keras.”
Selain itu, perbuatan korupsi (ghulul) ini termasuk dalam kategori memakan harta manusia dengan cara batil yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana dalam firmanNya : اﻮُﻠُﻛْﺄَﺘِﻟ ﺎﻘﻳِﺮَﻓ ً ﻦِﻣ ْ لاَﻮْﻣَأ ِ سﺎﱠﻨﻟا ِ ﻢْﺛِْﻷﺎِﺑ ِ ﻢُﺘْﻧَأَو ْ َنﻮُﻤَﻠْﻌَﺗ ﻻَو اﻮُﻠُﻛْﺄَﺗ ﻢُﻜَﻟاَﻮْﻣَأ ْ ﻢُﻜَﻨْﻴَﺑ ْ ﻞِﻃﺎَﺒْﻟﺎِﺑ ِ اﻮُﻟْﺪُﺗَو ﺎَﻬِﺑ ﻰَﻟِإ ِمﺎﱠﻜُﺤْﻟا
"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui" [al Baqarah/2:188]
Juga firmanNya : ﺎَﻳ ﺎَﻬﱡﻳَأ ﻦﻳِﺬﱠﻟا َ اﻮُﻨَﻣآ ﻻ اﻮُﻠُﻛْﺄَﺗ ﻢُﻜَﻟاَﻮْﻣَأ ْ ﻢُﻜَﻨْﻴَﺑ ْ ِﻞِﻃﺎَﺒْﻟﺎِﺑ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil…" [an Nisaa`/4 : 29].
Adapun larangan berbuat ghulul (korupsi) yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka hadits-hadits yang menunjukkan larangan ini sangat banyak, di antaranya hadits dari ‘Adiy bin ‘Amirah Radhiyallahu 'anhu dan hadits Buraidah Radhiyallahu 'anhu di atas.
PINTU-PINTU KORUPSI Peluang melakukan korupsi ada di setiap tempat, pekerjaan ataupun tugas, terutama yang diistilahkan dengan tempat-tempat “basah”. Untuk itu, setiap muslim harus selalu berhati-hati, manakala mendapatkan tugas-tugas. Dengan mengetahui pintu-pintu ini, semoga kita selalu waspada dan tidak tergoda, sehingga nantinya mampu menjaga amanah yang menjadi tanggung jawab kita.
Berikut adalah di antara pintu-pintu korupsi.
1. Saat pengumpulan harta rampasan perang, sebelum harta tersebut dibagikan. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan :
(( ﺎَﻨَﻔْﻌَﺿ ﺎَﻧَﺰْﺠَﻋَو ﺎَﻬﱠﻠَﺣَﺄَﻓ ﺎَﻨَﻟ ﺎَﻫﻮُﻌَﺿَﻮَﻓ تَءﺎَﺠَﻓ ْ رﺎﱠﻨﻟا ُ ﺎَﻬْﺘَﻠَﻛَﺄَﻓ ، ﻢُﺛ َّ ﻞَﺣَأ َّ ﻪﱠﻠﻟا ُ ﺎَﻨَﻟ ﻢِﺋﺎَﻨَﻐْﻟا َ ىَأَر ﻢُﻜﻴِﻓ ْ لﻮُﻠُﻐْﻟا ُ اوُءﺎَﺠَﻓ سْأَﺮِﺑ ٍ ﻞْﺜِﻣ ِ سْأَر ِ ةَﺮَﻘَﺑ ٍ ﻦِﻣ ْ ِﺐَﻫﱠﺬﻟا ﻲِﻨْﻌِﻳﺎَﺒُﻴْﻠَﻓ ﻚُﺘَﻠﻴِﺒَﻗ َ ﺖَﻗِﺰَﻠَﻓ ْ ﺪَﻳ ُ ﻦْﻴَﻠُﺟَر ِ وَأ ْ ﺔَﺛَﻼَﺛ ٍ هِﺪَﻴِﺑ ِ َلﺎَﻘَﻓ ﻞُﻛ ِّ ﺔَﻠﻴِﺒَﻗ ٍ ﻞُﺟَر ٌ ﺖَﻗِﺰَﻠَﻓ ْ ﺪَﻳ ُ ﻞُﺟَر ٍ هِﺪَﻴِﺑ ِ لﺎَﻘَﻓ َ ﻢُﻜﻴِﻓ ْ ُلﻮُﻠُﻐْﻟا رﺎﱠﻨﻟا َ ﺎَﻬَﻠُﻛْﺄَﺘِﻟ ﻢَﻠَﻓ ْ ﺎَﻬْﻤَﻌْﻄَﺗ لﺎَﻘَﻓ َ نِإ َّ ﻢُﻜﻴِﻓ ْ ًﻻﻮُﻠُﻏ ﻲِﻨْﻌِﻳﺎَﺒُﻴْﻠَﻓ ْﻦِﻣ ﺖَﺴِﺒُﺤَﻓ ْ ﻰﱠﺘَﺣ ﺢَﺘَﻓ َ ﻪﱠﻠﻟا ُ ﻪْﻴَﻠَﻋ ِ ﻊَﻤَﺠَﻓ َ ﻢِﺋﺎَﻨَﻐْﻟا َ تَءﺎَﺠَﻓ ْ ﻲِﻨْﻌَﻳ لﺎَﻘَﻓ َ ﺲْﻤﱠﺸﻠِﻟ ِ ﻚﱠﻧِإ ِ ةَرﻮُﻣْﺄَﻣ ٌ ﺎَﻧَأَو رﻮُﻣْﺄَﻣ ٌ ﻢُﻬﱠﻠﻟا َّ ﺎَﻬْﺴِﺒْﺣا ﺎَﻨْﻴَﻠَﻋ ﺎَﻫَدَﻻِو اَﺰَﻐَﻓ ﺎَﻧَﺪَﻓ ﻦِﻣ ْ ﺔَﻳْﺮَﻘْﻟا ِ ةَﻼَﺻ َ ﺮْﺼَﻌْﻟا ِ وَأ ْ ﺎًﺒﻳِﺮَﻗ ﻦِﻣ ْ َﻚِﻟَذ ﻢَﻟَو ْ ﻊَﻓْﺮَﻳ ْ ﺎَﻬَﻓﻮُﻘُﺳ َﻻَو ﺪَﺣَأ ٌ ىَﺮَﺘْﺷا ﺎًﻤَﻨَﻏ وَأ ْ تﺎَﻔِﻠَﺧ ٍ ﻮُﻫَو َ ُﺮِﻈَﺘْﻨَﻳ ةَأَﺮْﻣا ٍ ﻮُﻫَو َ ﺪﻳِﺮُﻳ ُ نَأ ْ ﻲِﻨْﺒَﻳ َ ﺎَﻬِﺑ ﺎﱠﻤَﻟَو ﻦْﺒَﻳ ِ ﺎَﻬِﺑ َﻻَو ﺪَﺣَأ ٌ ﻰَﻨَﺑ ﺎًﺗﻮُﻴُﺑ اَﺰَﻏ ﻲِﺒَﻧ ٌّ ﻦِﻣ ْ ءﺎَﻴِﺒْﻧَْﻷا ِ لﺎَﻘَﻓ َ ﻪِﻣْﻮَﻘِﻟ ِ َﻻ ﻲِﻨْﻌَﺒْﺘَﻳ ﻞُﺟَر ٌ ﻚَﻠَﻣ َ َﻊْﻀُﺑ ))
"Ada seorang nabi berperang, lalu ia berkata kepada kaumnya : "Tidak boleh mengikutiku (berperang) seorang yang telah menikahi wanita, sementara ia ingin menggaulinya, dan ia belum melakukannya; tidak pula seseorang yang yang telah membangun rumah, sementara ia belum memasang atapnya; tidak pula seseorang yang telah membeli kambing atau unta betina yang sedang bunting, sementara ia menunggu (mengharapkan) peranakannya".
Lalu nabi itu pun berperang dan ketika sudah dekat negeri (yang akan diperangi) tiba atau hampir tiba shalat Ashar, ia berkata kepada matahari : "Sesungguhnya kamu diperintah, dan aku pun diperintah. Ya Allah, tahanlah matahari ini untuk kami," maka tertahanlah matahari itu hingga Allah membukakan kemenangan baginya. Lalu ia mengumpulkan harta rampasan perang. Kemudian datang api untuk melahapnya, tetapi api tersebut tidak dapat melahapnya. Dia (nabi itu) pun berseru (kepada kaumnya): "Sesungguhnya di antara kalian ada (yang berbuat) ghulul (mengambil harta rampasan perang secara diam-diam). Maka, hendaklah ada satu orang dari setiap kabilah bersumpah (berbai’at) kepadaku," kemudian ada tangan seseorang menempel ke tangannya (berbai’at kepada nabi itu), lalu ia (nabi itu) berkata,"Di antara kalian ada (yang berbuat) ghulul, maka hendaknya kabilahmu bersumpah (berbai’at) kepadaku," kemudian ada tangan dari dua atau tiga orang menempel ke tangannya (berbai’at kepada nabi itu), lalu ia (nabi itu) berkata,"Di antara kalian ada (yang berbuat) ghulul," maka mereka datang membawa emas sebesar kepala sapi, kemudian mereka meletakkannya, lalu datanglah api dan melahapnya. Kemudian Allah menghalalkan harta rampasan perang bagi kita (karena) Allah melihat kelemahan kita.
2. Ketika pengumpulan zakat maal (harta). Seseorang yang diberi tugas mengumpulkan zakat maal oleh seorang pemimpin negeri, jika tidak jujur, sangat mungkin ia mengambil sesuatu dari hasil (zakat maal) yang telah dikumpulkannya, dan tidak menyerahkannya kepada pemimpin yang menugaskannya. Atau dia mengaku yang dia ambil adalah sesuatu yang dihadiahkan kepadanya. Peristiwa semacam ini pernah terjadi pada masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau memperingatkan dengan keras kepada petugas yang mendapat amanah mengumpulkan zakat maal tersebut dengan mengatakan :
((َﻼَﻓَأ تْﺪَﻌَﻗ َ ﻲِﻓ ﺖْﻴَﺑ ِ ﻚﻴِﺑَأ َ ﻚﱢﻣُأَو َ تْﺮَﻈَﻨَﻓ َ ىَﺪْﻬُﻳَأ ﻚَﻟ َ مَأ ْ َﻻ ))
"Tidakkah kamu duduk saja di rumah bapak-ibumu, lalu lihatlah, apakah kamu akan diberi hadiah (oleh orang lain) atau tidak?"
Kemudian pada malam harinya selepas shalat Isya’ Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berceramah (untuk memperingatkan perbuatan ghulul kepada khalayak). Di antara isi penjelasan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan :
(( ﺎَﻬِﺑ ُﺮَﻌْﻴَﺗ ءﺎَﻏُر ٌ نِإَو ْ ﺖَﻧﺎَﻛ ْ ةَﺮَﻘَﺑ ً ءﺎَﺟ َ ﺎَﻬِﺑ ﺎَﻬَﻟ راَﻮُﺧ ٌ نِإَو ْ ﺖَﻧﺎَﻛ ْ ةﺎَﺷ ً َءﺎَﺟ ﻪِﺑ ِ مْﻮَﻳ َ ﺔَﻣﺎَﻴِﻘْﻟا ِ ﻪُﻠِﻤْﺤَﻳ ُ ﻰَﻠَﻋ ﻪِﻘُﻨُﻋ ِ نِإ ْ نﺎَﻛ َ اًﺮﻴِﻌَﺑ ءﺎَﺟ َ ﻪِﺑ ِ ُﻪَﻟ يِﺬﱠﻟاَﻮَﻓ ﺲْﻔَﻧ ُ ﺪﱠﻤَﺤُﻣ ٍ هِﺪَﻴِﺑ ِ َﻻ ﻞُﻐَﻳ ُّ ﻢُﻛُﺪَﺣَأ ْ ﺎَﻬْﻨِﻣ ﺎًﺌْﻴَﺷ ﱠﻻِإ َءﺎَﺟ ))
"(Maka) Demi (Allah), yang jiwa Muhammad berada di tanganNya. Tidaklah seseorang dari kalian mengambil (mengkorupsi) sesuatu daripadanya (harta zakat), melainkan dia akan datang pada hari Kiamat membawanya di lehernya. Jika (yang dia ambil) seekor unta, maka (unta itu) bersuara. Jika (yang dia ambil) seekor sapi, maka (sapi itu pun) bersuara. Atau jika (yang dia ambil) seekor kambing, maka (kambing itu pun) bersuara …"
3. Hadiah untuk petugas, dengan tanpa sepengetahuan dan izin pemimpin atau yang menugaskannya. Dalam hal ini, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda :
(( ﺎَﻳاَﺪَﻫ لﺎﱠﻤُﻌْﻟا ِ ٌلﻮُﻠُﻏ ))
"Hadiah untuk para petugas adalah ghulul".
4. Setiap tugas apapun, terutama yang berurusan dengan harta, seperti seorang yang mendapat amanah memegang perbendaharaan negara, penjaga baitul maal atau yang lainnya, terdapat peluang bagi seseorang yang berniat buruk untuk melakukan ghulul (korupsi), padahal dia sudah memperoleh upah yang telah ditetapkan untuknya. Telah disebutkan dalam hadits yang telah lalu, yaitu sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang artinya : Barangsiapa yang kami tugaskan dengan suatu pekerjaan, lalu kami tetapkan imbalan (gaji) untuknya, maka apa yang dia ambil di luar itu adalah harta ghulul (korupsi).
BAHAYA BUATAN GHULUL (KORUPSI) Tidaklah Allah melarang sesuatu, melainkan di balik itu terkandung keburukan dan mudharat (bahaya) bagi pelakunya. Begitu pula dengan perbuatan korupsi (ghulul), tidak luput dari keburukan dan mudharat tersebut. Diantaranya :
1. Pelaku ghulul (korupsi) akan dibelenggu, atau ia akan membawa hasil korupsinya pada hari Kiamat, sebagaimana ditunjukkan dalam ayat ke-161 surat Ali Imran dan hadits ‘Adiy bin ‘Amirah Radhiyallahu 'anhu di atas. Dan dalam hadits Abu Humaid as Sa’idi Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
((... راَﻮُﺧ ٌ وَأ ْ ةﺎَﺷ ً ُﺮَﻌْﻴَﺗ ﺔَﻣﺎَﻴِﻘْﻟا ِ ﻪُﻠِﻤْﺤَﻳ ُ ﻰَﻠَﻋ ﻪِﺘَﺒَﻗَر ِ نِإ ْ نﺎَﻛ َ اًﺮﻴِﻌَﺑ ﻪَﻟ ُ ءﺎَﻏُر ٌ وَأ ْ ةَﺮَﻘَﺑ ً ﺎَﻬَﻟ يِﺬﱠﻟاَو ﻲِﺴْﻔَﻧ هِﺪَﻴِﺑ ِ َﻻ ﺬُﺧْﺄَﻳ ُ ﺪَﺣَأ ٌ ﻪْﻨِﻣ ُ ﺎًﺌْﻴَﺷ ﱠﻻِإ ءﺎَﺟ َ ﻪِﺑ ِ َمْﻮَﻳ ...))
"Demi (Allah), yang jiwaku berada di tanganNya. Tidaklah seseorang mengambil sesuatu daripadanya (harta zakat), melainkan dia akan datang pada hari Kiamat membawanya di lehernya. Jjika (yang dia ambil) seekor unta, maka (unta itu) bersuara. Jika (yang dia ambil) seekor sapi, maka (sapi itu pun) bersuara. Atau jika (yang dia ambil) seekor kambing, maka (kambing itu pun) bersuara …”
2. Perbuatan korupsi menjadi penyebab kehinaan dan siksa api neraka pada hari Kiamat. Dalam hadits Ubadah bin ash Shamit Radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
((... نِﺈَﻓ َّ لﻮُﻠُﻐْﻟا َ رﺎَﻋ ٌ ﻰَﻠَﻋ ﻪِﻠْﻫَأ ِ مْﻮَﻳ َ ﺔَﻣﺎَﻴِﻘْﻟا ِ رﺎَﻨَﺷَو ٌ ٌرﺎَﻧَو ))
"…(karena) sesungguhnya ghulul (korupsi) itu adalah kehinaan, aib dan api neraka bagi pelakunya".
3. Orang yang mati dalam keadaan membawa harta ghulul (korupsi), ia tidak mendapat jaminan atau terhalang masuk surga. Hal itu dapat dipahami dari sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
(( ﻦِﻣ ْ ﺮْﺒِﻜْﻟا ِ لﻮُﻠُﻐْﻟاَو ِ ِﻦْﻳﱠﺪﻟاَو ﻦَﻣ ْ قَرﺎَﻓ َ حوﱡﺮﻟا ُ ﺪَﺴَﺠْﻟا َ ﻮُﻫَو َ ءيِﺮَﺑ ٌ ﻦِﻣ ْ ثَﻼَﺛ ٍ ﻞَﺧَد َ َﺔﱠﻨَﺠْﻟا ))
"Barangsiapa berpisah ruh dari jasadnya (mati) dalam keadaan terbebas dari tiga perkara, maka ia (dijamin) masuk surga. Yaitu kesombongan, ghulul (korupsi) dan hutang".
4. Allah tidak menerima shadaqah seseorang dari harta ghulul (korupsi), sebagaimana dalam sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
(( َﻻ ﻞَﺒْﻘُﺗ ُ ةَﻼَﺻ ٌ ﺮْﻴَﻐِﺑ ِ رﻮُﻬُﻃ ٍ َﻻَو ﺔَﻗَﺪَﺻ ٌ ﻦِﻣ ْ ٍلﻮُﻠُﻏ ))
"Shalat tidak akan diterima tanpa bersuci, dan shadaqah tidak diterima dari harta ghulul (korupsi)".
5. Harta hasil korupsi adalah haram, sehingga ia menjadi salah satu penyebab yang dapat menghalangi terkabulnya do’a, sebagaimana dipahami dari sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
(( ﻰﱠﻧَﺄَﻓ بﺎَﺠَﺘْﺴُﻳ ُ َﻚِﻟَﺬِﻟ ﻪُﻤَﻌْﻄَﻣَو ُ ماَﺮَﺣ ٌ ﻪُﺑَﺮْﺸَﻣَو ُ ماَﺮَﺣ ٌ ﻪُﺴَﺒْﻠَﻣَو ُ ماَﺮَﺣ ٌ يِﺬُﻏَو َ ِماَﺮَﺤْﻟﺎِﺑ ﺮَﻔﱠﺴﻟا َ ﺚَﻌْﺷَأ َ ﺮَﺒْﻏَأ َ ﺪُﻤَﻳ ُّ ﻪْﻳَﺪَﻳ ِ ﻰَﻟِإ ءﺎَﻤﱠﺴﻟا ِ ﺎَﻳ بَر ِّ ﺎَﻳ ﱢبَر ﻦﻳِﺬﱠﻟا َ اﻮُﻨَﻣآ اﻮُﻠُﻛ ﻦِﻣ ْ تﺎَﺒﱢﻴَﻃ ِ ﺎَﻣ ﻢُﻛﺎَﻨْﻗَزَر ْ ﻢُﺛ َّ ﺮَﻛَذ َ ﻞُﺟﱠﺮﻟا َ ُﻞﻴِﻄُﻳ تﺎَﺒﱢﻴﱠﻄﻟا ِ اﻮُﻠَﻤْﻋاَو ﺎًﺤِﻟﺎَﺻ ﻲﱢﻧِإ ﺎَﻤِﺑ نﻮُﻠَﻤْﻌَﺗ َ ﻢﻴِﻠَﻋ ٌ لﺎَﻗَو َ ﺎَﻳ ﺎَﻬﱡﻳَأ ﻦﻴِﻨِﻣْﺆُﻤْﻟا َ ﺎَﻤِﺑ ﺮَﻣَأ َ ﻪِﺑ ِ ﻦﻴِﻠَﺳْﺮُﻤْﻟا َ لﺎَﻘَﻓ َ ﺎَﻳ ﺎَﻬﱡﻳَأ ﻞُﺳﱡﺮﻟا ُ اﻮُﻠُﻛ ْﻦِﻣ ﺎَﻬﱡﻳَأ سﺎﱠﻨﻟا ُ نِإ َّ ﻪﱠﻠﻟا َ ﺐﱢﻴَﻃ ٌ َﻻ ﻞَﺒْﻘَﻳ ُ ﱠﻻِإ ﺎًﺒﱢﻴَﻃ نِإَو َّ ﻪﱠﻠﻟا َ َﺮَﻣَأ ))
"Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang yang beriman dengan apa yang Allah perintahkan kepada para rasul. Allah berfirman,"Wahai para rasul, makanlah dari yang baik-baik dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan". Dia (Allah) juga berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, makanlah yang baik-baik dari yang Kami rizkikan kepada kamu," kemudian beliau (Rasulullah) Shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan seseorang yang lama bersafar, berpakaian kusut dan berdebu. Dia menengadahkan tangannya ke langit (seraya berdo’a): "Ya Rabb…, ya Rabb…," tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dirinya dipenuhi dengan sesuatu yang haram. Maka, bagaimana do’anya akan dikabulkan?".
Demikian yang bisa tuliskan untuk para pembaca seputar masalah korupsi. Mudah-mudahan Allah menyelamatkan kita dari segala keburukan yang lahir maupun tersembunyi. Dan semoga uraian singkat ini bermanfaat.
Wallahu a’lam bish Shawab.
sumber: almanhaj.or.id
Posted via Blogaway